9. Kesusasteraan Melayu
Menurut bentuknya kesasteraan dapat dibedakan dengan keusasteraan lisan dan kesusasteraan tulisan. Kesusasteraan lisan yaitu kesusastraan yang hanya dituturkan dari mulu ke mulut, alhasil penyampaiannya berlangsung secara lisan.
Sastra lisan pada mulanya bentuknya hanya berupa ikatan bahasa yang berguna untuk mendapatkan kesaktian, semisal melalui mantra, pesona ,serapah, pantun-pantun yang iucapkan oleh bomoh atau dukun atau pawing (pantun hokum). Selain itu terdapat juga sebagai ikatan bahasa yang berguna sebagai hibura, yaitu cerita penglipur lara seoerti cerita-cerita rakyat yamg meliputi legend, mitos, fable dan lain-lain.
Kemudiannya, dalam pergaulan sehari-hari timbul pula Teka-teki, Kias (yang terkadang disampaikan dalam bentuk pantun), Pri bahasa, dan Pantun. Dalam pergaulan dan berbagai pengaruh, kemudiannya dikenal pula dengan S(e)loka, Gurindam, Syair dan Puisi-puisi baru (modern). Oleh karenanya tiadalah mengherankan jika Kepulauan Riau amat kaya akan kesusastraannya, baik melalui perjalanan sejarahnya yang begitu panjang sejak Raja Perempuan Wan Sri Beni, Tri Buana, Sultan Sulaiman Badrul Alamsyah sampai yang terakhir Sultan Abdurahman. Maupun dengan keadaan daerahnya yang berada di pesisir dan menjadi laluan atau lintasan perdagangan.
Diantara sastra itu meliputi puisi dan prosa. Di samping prosa klasik terdapat pula prosa baru seperti cerpen karya Raja Ali Haji, karya-karya Haji Ibrahim, dan karya-karya penulis baru lainnya.
Seperti yang telah diantarkan pada penjelasan terdahulu berkaitan dengan karya sastra yang tergolong puisi meliputi mantra, pantun, seloka, syair, gurindam, dan puisi baru. Khusus tentang gurindam, karya Raja Ali Haji Gurindam Dua Belas yang dikenal orang sampai ke mancanegara. Puisi baru khazananh Kepulauan Riau mendapat perhatian yang besar dan telah dikaji oleh para ilmuwan dalam dan luar negeri. Berikut ini hendaklah disajikan dikemukakan tentang mantra, pantun, seloka, syair dan gurindam yang terdapat di Kepulauan Riau.
Menurut bentuknya kesasteraan dapat dibedakan dengan keusasteraan lisan dan kesusasteraan tulisan. Kesusasteraan lisan yaitu kesusastraan yang hanya dituturkan dari mulu ke mulut, alhasil penyampaiannya berlangsung secara lisan.
Sastra lisan pada mulanya bentuknya hanya berupa ikatan bahasa yang berguna untuk mendapatkan kesaktian, semisal melalui mantra, pesona ,serapah, pantun-pantun yang iucapkan oleh bomoh atau dukun atau pawing (pantun hokum). Selain itu terdapat juga sebagai ikatan bahasa yang berguna sebagai hibura, yaitu cerita penglipur lara seoerti cerita-cerita rakyat yamg meliputi legend, mitos, fable dan lain-lain.
Kemudiannya, dalam pergaulan sehari-hari timbul pula Teka-teki, Kias (yang terkadang disampaikan dalam bentuk pantun), Pri bahasa, dan Pantun. Dalam pergaulan dan berbagai pengaruh, kemudiannya dikenal pula dengan S(e)loka, Gurindam, Syair dan Puisi-puisi baru (modern). Oleh karenanya tiadalah mengherankan jika Kepulauan Riau amat kaya akan kesusastraannya, baik melalui perjalanan sejarahnya yang begitu panjang sejak Raja Perempuan Wan Sri Beni, Tri Buana, Sultan Sulaiman Badrul Alamsyah sampai yang terakhir Sultan Abdurahman. Maupun dengan keadaan daerahnya yang berada di pesisir dan menjadi laluan atau lintasan perdagangan.
Diantara sastra itu meliputi puisi dan prosa. Di samping prosa klasik terdapat pula prosa baru seperti cerpen karya Raja Ali Haji, karya-karya Haji Ibrahim, dan karya-karya penulis baru lainnya.
Seperti yang telah diantarkan pada penjelasan terdahulu berkaitan dengan karya sastra yang tergolong puisi meliputi mantra, pantun, seloka, syair, gurindam, dan puisi baru. Khusus tentang gurindam, karya Raja Ali Haji Gurindam Dua Belas yang dikenal orang sampai ke mancanegara. Puisi baru khazananh Kepulauan Riau mendapat perhatian yang besar dan telah dikaji oleh para ilmuwan dalam dan luar negeri. Berikut ini hendaklah disajikan dikemukakan tentang mantra, pantun, seloka, syair dan gurindam yang terdapat di Kepulauan Riau.