Home » Archives for Februari 2010
Attayaya Butang Emas on 2010-02-28
Versi Rangkaian Cerita
Rangkaian cerita Mendu, sangatlah panjang. Menurut salah satu versi yang masih ada di Siantan, seperti berikut:
- Raja Langkadura keluar untuk memeriksa keadaan di dalam negerinya Antapura
- Kisah jatuhnya Dewa Mendu dari kayangan di hutan dalam kawasan kerajaan Raja Langkadura.
- Kisah jatuhnya Anggara Dewa – adik Dewa Mendu – dari kayangan juga di hutan dalam kawasan kerajaan Raja Langkadura. Tempat jatuhnya berlainan dengan tempat Dewa Mendu.
- Raja Laksamalik memeriksa keadaan seluruh kawasan negerinya yang bernama Antasina.
- Kisah pertemuan antara Dewa Mendu dengan Anggaran Dewa di dalam hutan.
- Kisah tentang Raja Langkadura hendak melihat puterinya yang bernama Siti Mahdewi.
- Dewa Mendu sedang menduga pikiran adiknya apakah si adik akan mematuhi semua petunjuk dan nasihatnya.
- Kisah Raja Laksemalik mencarikan jodoh yang sepadan buat pahlawan negeri Antasina.
- Pahlawan kerajaan Antasina menjalankan perintah Raja Laksamalik dengan menyamar sebagai saudagar kain pergi ke negeri-negeri yang bersempadan dengan negerinya.
- Raja Langkadura membuatkan sebuah mahligai buat anaknya Siti Mahdewi dengan memerintah para tukang
- Raja Langkadura memeriksa apakah mahligai itu sudah siap atau belum. Rupanya mahligai itu sudah siap sempurna. Ia lalu membawa anaknya ke atas mahligai itu.
- Pahlawan Kerajaan Antasina melihat Siti Mahdewi memasuki mahligai. Ia segera pulang ke negerinya untuk memberitahukan hal itu kepada rajanya.
- Raja Laksamalik menerima kedatangan pahlawannya yang baru datang dari negeri Langkadura. Setelah mendengar kabar yang dibawa Pahlawannya, ia lalu memanggil seorang Kerani untuk membuatkan surat pinangan kepada Raja Langkadura.
- Pahlawan kerajaan Antasina pergi ke negeri Antapura membawa surat peminangan dari Raja Laksamalik.
- Raja Langkadura di balai penghadapan dengan menteri-menterinya. Ia menyatakan kerunsingan hatinya, lalu datang menghadap Pahlawan Kerajaan Antasina membawa surat peminangan sayangnya peminangan itu ditolak oleh Raja Langkadura. Pahlawan itupun pulang ke negerinya dengan marah.
- Kisah dua orang anak muda yang membawa nasib ke dalam hutan. Mereka merasa penat lalu beristirahat. Si Abang tertidur. Dijaga oleh adiknya. Kemudian datang Nenek Sejanggi hendak mengganggu si abang. Perbuatan si nenek itu dihalangi oleh si adik. Mereka berkelahi dan Nenek Sejanggi dapat dikalahkan. Si Nenek minta ampun dan berjanji akan membantu anak muda itu kalau mendapat kesulitan dengan cara memanggil namanya. Nenek itu lalu pergi. Selanjutnya si adik pula yang tertidur, dan abangnya yang menjaga. Lalu datanglah Nenek Pendekar Bandan hendak mengganggu si adik yang sedang tidur. Perbuatan si nenek dihalangi oleh si abang. Maka terjadilah perkelahian antara keduanya. Nenek Pendekar Bandan dapat dikalahkan ia minta ampun dan berjanji akan membantu anak muda itu kalau mendapat kesulitan dengan menyebut namanya. Kedua anak muda itu adalah Dewa Mendu dan adiknya Anggaran Dewa.
- Raja Laksamalik menerima Pahlawannya yang membawa kabar tidak menyenangkan. Raja Laksamalik merasa sakit hati lalu memanggil sahabatnya Nenek Buta Raksasa untuk menyihir Puteri Raja Langkadura yang bernama Siti Mahdewi. Setelah si Nenek Buta Raksasa pergi, Raja Laksamalik pun masuk ke dalam istananya.
- Nenek Buta Raksasa memasuki taman bunga puteri Raja Langkadura dan memasang sihir di sana.
- Tuan Puteri Siti Mahdewi di dalam mahligai bermimpi melihat taman bunga yang sangat menggoda indahnya. Ia lalu mengajak para inang dan dayang pengiringnya bermain-main di taman dengan terlebih dahulu meminta izin kepada ayahandanya.
- Raja Langkadura sedang menceritakan tentang mimpinya kepada para menterinya. Kononnya ia bermimpi bahwa mahkotanya jatuh kepangkuannya. Kiranya tak seorang pun menteripun yang dapat mengetahui tabir mimpi itu. Tiba-tiba datang Siti Mahdewi meminta izin pergi bermain ke taman bunga. Raja Langkadura memerintahkan Pahlawan negerinya menjaga anaknya yang hendak bersukaria di taman bersama inang dan dayang.
- Nenek Buta Raksasa bersembunyi di balik semak melihat rombongan tuan puteri Siti Mahdewi mendekati tempat sihir itu di pasang.
- Dalam taman bunga ketika Siti Mahdewi dan sekalian inang dan dayang sedang bersuka-suka, tiba-tiba hari menjadi gelap. Lalu ketika terang kembali tuan puteri Siti Mahdewi telah tiada, ditempatnya duduk tadi, berdiri seekor gajah putih. Kekuatan sihir Nenek Buta Raksasa telah mengubah puteri itu menjadi gajah putih. Pahlawan dan sekalian inang serta dayang bergegas kembali ke istana.
- Raja Langkadura masih membicarakan mimpinya kepada para menterinya. Tiba-tiba datang pahlawannya diiringi oleh sekalian inang dan dayang sambil menangis sejadi-jadinya. Pahlawan itu memberitahukan bahwa puteri Siti Mahdewi telah menjadi seekor gajah putih. Raja Langkadura pun pingsan. Setelah sadar, baginda raja mengambil keputusan akan membunuh gajah putih karena malu puterinya berubah menjadi gajah putih. Seorang Menteri dan seorang Pahlawan lalu diperintahkan membawa gajah putih itu ke tepi hutan dan membunuhnya di sana. Diperintahkan pula supaya membawa pulang darahnya sebagai bukti.
- Menteri dan Pahlawan kerajaan Antapura membawa gajah putih ke tepi hutan. Menteri itu terlalu kasihan untuk menyembelih gajah putih. Karena itu dilepaskannya gajah itu supaya lari ke dalam hutan. Untuk mendustai sang raja, bahwa gajah putih itu dibunuh, ia menyembelih seekor kambing dan darah kambing itulah dibawanya pulang ke istana sebagai bukti.
- Raja Langkadura menerima kedatangan Menteri yagn memperlihatkan darah kambing.
- Tuan Puteri Siti Mahdewi membawa nasib ke dalam hutan. Di dalam hutan ia bertemu dengan seekor burung yang menceritakan kepadanya bahwa ada dua orang muda adik beradik yang berada di padang saujana di arah matahari mulia mati yang dapat mengembalikan tuan puteri kembali pada bentuk yang sebenarnya. Gajah putih itupun berjalan menuju tempat yang ditunjukkan burung tadi. Setelah sampai dan bertemu dengan kedua orang muda itu – yaitu Dewa Mendu dan adiknya Anggaran Dewa – gajah putih itupun menceritakan keadaan dirinya. Dewa Mendu pun menolong Siti Mahdewi dengan kesaktiannya sehingga menjadi manusia kembali.
- Raja Langkadura memerintahkan supaya mengumpulkan kayu api untuk mengadakan makan minum sampai seratus hari kematian anaknya. Kerja itu diserahkan kepada tiga orang, yaitu Si Lamat, Si Laba dan Si Ngongoh. Ketiganya berangkat ke dalam hutan dan raja itupun masuk ke istananya.
- Ketiga orang itu bertemu dengan Siti Mahdewi diiringi oleh dua orang muda. Si Lamat dan dua orang muda. Si Lamat dan dua orang kawannya membawa tuan puteri dan dua orang muda itu kembali ke istana.
- Raja langkadura sedang duduk di balai penghadapan. Tiba-tiba datang Si Lamat, Si Laba dan Si Ngongah mengiringi Siti Mahadewi dan dua orang muda. Setelah mendengar sendiri apa yang telah terjadi, Raja Langkadura sangat bersenang hati. Ia lalu memerintahkan Datuk Menteri mengawinkan puterinya dengan Dewa Mendu.
- Hari besar perkawinan antara Dewa Mendu dengan tuan puteri Siti Mahdewi.
- Dewa Mendu lalu diangkat menjadi Raja Muda di negeri Antapura.
Versi lainnya :
- Raja Muda Dewa Mendu memeriksa keadaan negerinya kepada para Menteri dan Pahlawan Negeri dalam keadaan aman.
- Nenek Buta Raksasa dalam perjalanan pulang sangat bersenang hati karena sihirnya telah mengena. Tuan Puteri Siti Mahadewi telah menjadi gajah putih.
- Raja Laksamalik memerintahkan Pahlawannya untuk mencari ganti puteri Siti Mahdewi.
- Pahlawan kerajaan Antasina menyamar menjadi saudagar lain ke beberapa negeri. Akhirnya sampai ke negeri tempat Raja Muda memerintah.
- Raja Muda merasa hatinya tak sedap. Kemudian datang Pahlawan kerajaan Antasina yang menyamar sebagai saudagar kain, minta izin berjualan di negeri itu. Setelah mendapat izin ia pun pergi.
- Dan …… teruslah berpanjang-panjangan ceritanya …..
More about → 5. Mendu : Versi Rangkaian Cerita
Attayaya Butang Emas on 2010-02-26
Susunan Urutan Pertunjukan
Dari serangkaian penggalan dari uraian tentang Mendu ini, dapatlah disusun urutan pertunjukkan Mendu ini, yaitu:
- Tambur Peranta
- Madah dari Syeh Mendu
- Berladun
- Wayat
- Cerita Mendu (akting, dialog, tari dan nyanyi)
- Beremas
More about → 5. Mendu : Susunan Urutan Pertunjukan
Attayaya Butang Emas on 2010-02-24
Kesemua pendukung mengenakan pakaian yang semarak, lengkap dengan mahkota (lelaki dan perempuan) serta selepang dan polet (epaulet) dan jumbai-jumbainya, disesuaikan dengan peranannya masing-masing. Biasanya dalam pementasan Mendu ini tidak memiliki penata rias khusus, melainkan setiap pemain bersolek sendiri atau saling membantu di antara pemain.
Salah satu properti yang merupakan penokohan cerita senantiasa mempunyai dua penokohan yang saling bertentangan yaitu tokoh baik dan jahat (protagonis dan antagonis), digambarkan secara tajam, putih dan hitam, kanan dan kiri. Yang berada dipihak baik ialah Raja Langkadura, Dewa Mendu serta Mahadewi (dalam hikayat bernama Tuan Puteri Lela Ratna Kumala). Sedangkan pihak jahat adalah Raja Laksamalik dari negeri Antasina atau Antarsina atau Antarcina.
More about → 5. Mendu : Pakaian dan Peralatan/Properti
Attayaya Butang Emas on 2010-02-22
Pementasan
Dahulunya pertunjukkan Mendu dimulai dengan suatu upacara mistis yang senantiasa ditentang oleh golongan tua (ulama). Upacara yang kononnya menurunkan dewa-dewa itu sudah hampir tidak dikenal lagi sekarang ini. Upacara ini dimulai tepat setelah beduk magrib, inilah pula sebabnya "
beduk peranta" diharapkan tidak disebut “beduk” tetapi dengan nama tambur saja.
Permainan dimulai dengan terdengarnya "
tambur peranta" berbunyi. Pemimpin yang disebut
Syeh Mendu memberi tanda, isyarat atau semboyan perintah kepada penabuh tambur. Hal yang sedemikian kurang lebih dengan gendang tambur joged pembukaan yang disebut “
Buka Tanah”. Mudah dibaca, dan bunyi-bunyian memainkan
Lagu Ladun.
Semua pemain keluar seorang demi seorang atau sepasang demi sepasang untuk Berladun yaitu melangkah ke depan dengan gerak tari diiringi Lagu Ladun. Lirik yang mengiringi tari Berladun dan Lagu Ladun itu dapatlah diberikan contohnya sedikit, seperti ini:
Sila(lah) ladun saudara, sila(lah) ladun
Kami ladunkan, ladun ada di tanah barat
Sila(lah) lakon, kami lakonkan
Lakon(lah) ada (hijayat) di dalam hikayat:
Mintak(lah) teribik (timah) menuang timah
Timah dituang (pelita) api pelita
Mintak(lah) tabik (semua) tuan semua
Kami uraikan (cerita) pantun dan cerita
Ladun(lah) bukan sebarang(nya) ladun
Ladun(lah) datang dari(nya) barat
Lakon(lah) bukan sebarang(nya) lakon
Ladun(lah) ada di dalam(nya) surat
Sesudah itu menurut jalan cerita, para pelakon melakukan Wayat yaitu beriwayat atau bercerita tentang raja-raja yang menggulirkan cerita, seperti:
Hilang(lah) wayat (cerita) timbul(lah) cerita
Zaman dahulu (cerita) empunya cerita
Hilanglah wayat (cerita) timbul(lah) cerita
Dahulu(lah) wayat (cerita) sekarang cerita
Ampun tuanku (ampun) beribu(lah) ampun
Patik(lah) menyembah harap(lah) diampun
Raja(lah) bernama Maharja Langkadura
Duduk(lah) memerintah di negeri Antapura
Dari(lah) jauh (menyembah) patik(lah) menyembah
Sampai(lah) dekat (duli) menjunjung duli
Sudah(lah) lama (bercinta) kami bercinta
Bercintakan tuanku (tahta) di atas tahta
Nyata(lah) rupa (menteri) hulubalang menteri
Sekarang(lah) baik (diri) menyatakan diri
…..(dan sebagainya……………)
Kemudiannya permainan Mendu memasuki cerita, berselang seling rangkaiannya, mengalir lancar, adegan demi adegan tak putus-putus, tarian-tariannya pada tempatnya yang tepat, sampai cerita itu selesai sepenggal demi sepenggal.
Sebagai penutup setiap penggal cerita dalam seni pertunjukkan Mendu, dilakukan upacara Beremas, semacam tarian bersama yang dipandang sebagai tari tolak bala. Kononnya pada waktu itulah mereka melepaskan mambang dan peri mengundurkan diri dari panggung tempat bermain.
More about → 5. Mendu : Pementasan
Attayaya Butang Emas on 2010-02-20
Lagu-laguan
Sedangkan untuk lagu-lagunya, baik yang mengiringi tari ataupun yang dipergunakan untuk yang lainnya, yaitu:
• Lagu Nomor Satu, lagu pembukaan
• Lagu Nomor Dua, lagu penyeling
• Lagu Hilang, Wayat, berisi riwayat ringkas raja-raja
• Lagu Raja, dibawakan oleh pemegang peranan raja
• Lagu Tinggi Malam
• Lagu Si Lakau (Lakau), suasana percintaan
• Lagu Ladun, lagu salam pembuka
• Lagu Sinar Bulan
• Lagu Daman
• Lagu Mak Lemang
• Lagu Indah Kayang
• Lagu Anak Misah
• Lagu Air Tawar
• Lagu Setangkai Bunga
• Lagu Anak Ikan
• Lagu Tarik Lembu
• Lagu Jalan Konon, lagu dalam adegan perjalanan
• Lagu Madah
• Lagu Perang
• Lagu Nasib Serawak
• Lagu Nasib, lagu dalam suasana sedih
• Lagu Pucuk Labu
• Lagu Berasyik
• Lagu Wangkang
• Lagu Sengkawang (Singkawang)
• Lagu Kangkung
• Lagu Dayang Sendung
• Lagu Air Tawar, lagu bersenang-senang dalam pesta kawin atau ketika berada di dalam taman.
• Lagu Leman Lamun, lagu yang didendangkan menyelingi dialog pemain
• Lagu Wahai Pahlawan
• Lagu Beremas, dalam acara penutupan
Adapun lagu atau nyanyian tersebut diiringi oleh alat-alat musik yang sekurang-kurangnya terdiri dari:
- Biola
- Tambur/Beduk
- Gong
- Gendang
More about → 5. Mendu : lagu-laguan dan Alat Musik
Attayaya Butang Emas on 2010-02-18
Tari-tarian
Tari-tarian dalam seni pertunjukkan Mendu ialah:
• Tari Ladun
• Tari Berjalan Konon
• Tari Setangkai Bunga
• Tari Air Mawar
• Tari Pngku Anak
• Tari Anak Muda
• Tari Perang
• Tari Keluar Masuk
• Tari Kasih Sayang
• Tari Beremas
More about → 5. Mendu : Tari-tarian
Attayaya Butang Emas on 2010-02-16
MENDU
Menurut para peneliti, seni pertunjukkan Mendu lahir dari suatu ikhtiar yang terus menerus dari masyarakat pendukungnya dan merupakan hasil perhubungan antara bentuk-bentuk kesenian yang sedia ada dalam masyarakat dengan bentuk kesenian atau ragam seni pertunjukkan lainnya.
Ada yang mengatakan bahwa nama Mendu itu sendiri dulunya sebagai nama lain untuk “Wayang Parsi Indra Sabor” yang merupakan induk Wayang Bangsawan. (Rahmah Bujang 1975). Hal ini disebabkan cerita yang paling sering dimainkan oleh seni pertunjukkan dari India itu ialah cerita yang mirip dengan cerita dalam Hikayat Dewa Mendu. Karya sastra Hikayat Dewa Mendu sangat luas penyebarannya, sampai ke daerah Kham di Kamboja. (Henri Chambert-Loir, 1980). Dari mulai tahun 1870-an, dari Pulau Pinang di Semenanjung Tanah Melayu, seni pertunjukkan yang berpengaruh luas ini mencapai kesultanan Pontianak di Kalimantan Barat.
Sementara itu, Kampung Baruk di Bunguran Timur, Pulau Tujuh, Kepulauan Riau, merupakan kawasan yang awal sekali memelihara seni pertunjukkan Mendu. Ada beberapa tokoh yang boleh dicatat sebagai orang yang terus berjuang dalam memelihara dan mengembangkan kesenian ini, yaitu Nikmat. Seorang tokoh lainnya yang membawa kesenian ini ke Bunguran Barat, adalah Bujang atau dipanggil orang dengan Bujang Sunsang. Adapun nama-nama yang lain pada waktu dahulu ialah Zahari, Dolah Hitam, Bujang Kepak dan Busu yang kesemuanya masih mempunyai hubungan keluarga.
Perkembangan seni pertunjukkan Mendu ini terus berkembang dalam kehidupan san semangat masyarakat pendukungnya boleh dilihat dari seringnya seni pertunjukkan ini dimainkan, juga banyaknya perkumpulan Mendu yang ada pada waktu itu. Dari seluruh wilayah Pulau Tujuh, barangkali hanya di Tambelan, Serasan dan Jemaja saja seni pertunjukkan ini, kalaupun ada; tidak memperlihatkan waran yang khas. Sedangkan Mendu yang terdapat di Bunguran Timur, Bunguran Barat, Midai, Pulau Laut dan Siantan, semuanya mempunyai warna dan gaya tertentu yang memperlihatkan keragaman yang marak dari para pendukung di masing-masing kawasan tersebut untuk menyempurnakan karyanya.
PERSIAPAN
Permainan Mendu adalah menjalankan cerita pentas (baik pentas yang ada atau tidak) yang diantarkan dengan dialog. Akting, tarian, nyanyian dan musik. Akting dan dialog yang dilakukan dengan gerak dan gaya, yang sewaktu-waktu dapat menjadi tarian. Walaupun demikian unsur tari dalam seni pertunjukkan Mendu bukan sekadar tempelan atau selingan saja, melainkan sebagai unsur yang bersebati dengan unsur-unsur seni lainnya yang utuh pada pertunjukkan Mendu.
More about → 5. Mendu
Attayaya Butang Emas on 2010-02-14
Pementasan
Setelah selesai semua persiapan lahir dan batin, barulah permainan Makyong dapat dimulai. Bunyi-bunyian memainkan Lagu “Be(r)tabik” dan Pak Yong (disebut juga Cik Wang) perlahan-lahan bangki dari duduk, bertelekan pada kedua lututnya, kemudian membuka cerita sambil menyanyi. Salah satu diantara “Lagu Be(r)tabik” atau disebut juga “Lagu Duduk” yang boleh dinyanyikan oleh siapa saja pemain Makyong, meskipun sudah mengalami sedikit perubahan tak terlalu jauh dengan yang dicatat W.W. Skeat (1900:652) sebagai berikut:
Abang e-o dondang dan dondang dondang we dondang yong de-de-he-he-de-de abong hilang rayuk timbul tersebut zaman dang d’ulu yong we de-de-de abong ada d’ulu ada sekarang hubung berhubung hikayat ma’yong yong we de-de abong es(i)apa menengar hikayat ma’yong s’apa b’las s’apa b’las s’apa tak rawan yong we de abong we bagei burong cendrawangsih bagei ular we cintamani yong we de abong we bagei ambun ke tujuh titek jadi pengasah di badan hamba yong we de de-de agong we cari di laut tujoh hari berjalan jauh yong we de abong we tujoh hari berjalan jauh rezeki tak putus sepanjang jalan yong we de abong we ruyak hilang berita timbul tersebut sebuah negeri yong we de abong we negeri baru bersalin duduk beradu di balei besar yong we de….
Cerita pun mengalir, lagu disambut dengan lagu, lagu seorang (solo) dan lagu beramai (chorus) berselang-seling disesuaikan dengan jalan cerita adegan demi adegan tiada putus-putus, dinyanyikan oleh yang jadi raja sampai yang jadi inang dan dayang. Sebentar-sebentar terdengar dialog berlagu, “Awang de-de-de-de oi, Mak Senik hendak berkaba(r) bilang ya Awang!”. “O ya lah Awang de-de-de oi!”
Pak Yong dan Pak Yong Muda menggunakan rotan untuk memukul Awang kalau ia datang terlambat apabila dipanggil atau sekali-sekali ia mempermainkan-mainkan perintah tuannya. Dengan rotan pemukul itu Pak Yong atau Pak Yong Muda memperlihatkan kekuasaannya. Dengan menggunakan daya improvisasi yang spontan dan mantap selendang yang dipakai pemain perempuan kadang-kadang di tangan si Awang dapat berfungsi untuk menggambarkan gelombang di laut atau lainnya, seperti juga kayu pemukul mong dapat dipakai sebagai tongkat sakti.
Sekarang ini masa main sebuah cerita Makyong berlangsung sekitar dua setengah jam saja. Dulu Makyong dimainkan sampai setengah malam setiap malam. Ada cerita Makyong baru selesai setelah lima belas malam. Dari seluruh cerita yang ada dalam permbedaharaan seni pertunjukkan Makyong di Kepulauan Riau, ada satu cerita yaitu “Cerita Nenek (Gajah) Dang Daru” yang baru dimainkan dengan memakai “Semah Besar” karena masyarakat pendukung kesenian itu percaya apabila cetia tersebut dimainkan ribut besar akan turun. Ketua tersebut mengambil tali layar atau tali sampan sebelah haluan, membuat simpul yang dihakikatnya sebagai menyimpul kekuatan angin ribut. Setelah permainan Makyong selesai simpul harus cepat-cepat dilepaskan. Kalau tidak, angin ribut itu akan tertahan lama dan bila lepas akan sangat dahsyat sekali. Wallahu a’lam bis sawab.
More about → 4. MakYong : Pementasan
Attayaya Butang Emas on 2010-02-12
-Persiapan Batin
Sebelum pementasan diperbuat adalah beberapa syarat yang hendak dikerjakan oleh Ketua Panjak yang sebenarnya juga bertindak sebagai Pawang.
Upacara meminum air yang bertakung di dalam gong (yang dinamakan dengan hormat sebagai kolam kesaktian), seperkara pada pekerjaan ini untuk Makyong di Kepuluan Riau tidak dilakukan (dinyatakan oleh Jeanne Cuisiner, 1939) mungkin sekali disebabkan telah terjadinya menyusutan pada wadah budaya yang kurang sempurna pemeliharaannya.
Bagian lain yang juga sudah tak ada lagi dilaksanakan ialah pada pembacaan Serapah Membuka Panggung yang berbunyi:
Assalammualaikum, ibu dari bumi bapa ke langit,
Jangan bertulang papa segala Pak Yong,
Makyong, Peran Tua, Peran Muda
Janganlah menggoda siksa pada kaum kawan Makyong
Dengan karena bukan aku mati mengadu bijak pandai perah,
Itupun tidak dari takluk sini
Jikalau aku mati dari sini,
Aku hendak daripada harap adik
Kakak tuan penghulu
Dan janganlah siapa aniaya dengki khianat
Pada sekalian kawan PakYong,
Semua sekali dengan Peran Tua dengan Panjak
Pengantin Sakai dengan seri gemuruh, seri berdengung
Jangan beri rusak binasa cacat cela dan jangan beri berpenting
Ralu bercocok tikam panas hangat pun jangan
Cerah cirit dan sangkak sebak itu pun jangan
Dan janganlah beri bermuntah cerah itu pun jangan
Berbiat patah itu pun jangan
Nak minta segar likar adat zaman sediakala
Nak minta sejuk dingin seperti ular cintamani.
Assalamualaikum hai Awang Itam raja di bumi
Mu jangan terkejut tergemam
Dan mu jangan berpuguh juah
Karena mu berjalan ikut urat tanah
Dan mu beradu di pintu bumi
Dan bukannya aku mari mengadu bijak itu dengan mu
Karena aku ‘nak tumpang manja dan berkirim diri sendiri
Maka aku ‘nak mintalah kepadamu
Berundur bertiga langkah
Empat bucu pembaruan
Dan mu jangan ke sana ke sini
Aku ‘nak kirim Pak Yong Mak Yong,
Sekalian Peran Tua Muda dengan Panjak Pengantin
Aku tabukan baik akan dirimu
Dan janganlah aniaya dengki khianat
Dan mu jangan bertimpah langgar
Dengan sekalian Pak Yong, Mak Yong, dan Panjak
Pengantin dan Peran Tua dan Muda
Dan kesemua sekali dengan orang yang menengok
Dan kesemua sekali dengan tuan rumah, tuan kampung
Dan mu jangan beri pening ralu, bercocok tikam, dan berketik
Gigi dan bergatal miang, panas pedis pun jangan
‘nak minta biar sejuk dingin
Seperti ular cintamani
Assalamualaikum
Aku ‘nak goncang dari gelanggang sini
Empat pendahap dan empat penjuru alam
Mana-mana yang keramat empat pendahap
Empat penjuru alam yang di sini
Janganlah terkejut tergemam dan janganlah berpuguh juah
Dan janganlah murih marah
Karena bukannya hamba mengadu bijak
Dan takluk di sini dalam kampung sini
Mak hamba mari ‘nak melepas daripada harap hajat
Adik kakak tuan penghulu di sini
Mak ‘nak tumpanglah daripada nenek
Yang keramat sini serta manja
Dan bermaudu ‘hendak berkirim diri sendiri
Serta hendak berkirim Makyong, Pak Yong
Kepada nenek yang keramat di sini
Kesemua sekali dengan Panjak Pengantin
Dan Peran Tua dan Peran Muda
‘Nak minta jangan dengki aniaya khianat pun
Dan janganlah beri rusak binasa
Budak nenek berlak pajan
Dan ‘nak mintalah daripada nenek jangan beri rusak binasa bercela
Cacat sekalian pulak Makyong
Dan ‘nak minta biar sejuk dingin seperti ular cintamani
Assalamua’alaikum
‘Ku ‘nak guncang daripada nenek ‘ku yang bernama Petra Guru
Guru awal mula menjadi
Jadinya itu dengan jasad jadi
Maka guru bertapa di dalam baluh bulan
Dan guru beramal di dalam kandung matahari
Dan guruku berbajukan manik bijir
Dan guruku berdarah putih. Bertulang tunggal,
Beroma sunsang, berurat kejur, bertengkuk itam,
Lidah fasih air liur pun masin.
Dengan karena nenekku orang bersisi sakti
Sebarang pinta sebarang menjadi
Dan barang kehenak barang boleh
Maka nenekpun jangan bertulah papa
Kedapatan siksa pada sekalian
Pak Yong, Makyong, sekalian Panjak Pengantin
Dan Peran Tua dan Peran Muda
Dan minta nenek luhur kaki, kaki hamba sujud
Dan hulur tangan, tangan hamba jabat
Hamba hendak minta penawar putih mendung bersila daripada nenek
Yang sendi-sendi keramat
Hamba ‘nak minta nenek turunkan tiga titik serta dengan kesaktianmu
Hamba ‘nak percik sekalian Pak Yong, Makyong,
Peran Tua, Peran Muda kesemua sekali dengan Panjak Pengantin
Dan nenek janganlah beri rusak binasa
Dan nenek janganlah berlak pajan
‘Nak minta jangan lah beri rusak binasa cacat cedera
Sekalian Pak Yong, Makyong
Dari anjung tujuh istana tujuh mahligai tujuh,
Istana yang atas, istana yang awalan-awal,
Mula menjadi dengan jasad jadi
Maka aku ‘nak bukalah pintu anjung istana yang tujuh,
Pintu yang berselak.
Aku ‘nak buka dari luar lantas ke dalam anjung tujuh istana tujuh
Maka terbukalah dengan pintu hawa nafsu
Dan terbuka sekali dengan sir pintu iktikad
Dan pintu cinta berahi dan tercinta-cinta siang menjadi malam,
Makan tak kenyang tidur tak cedera,
Ingat tak ingat, dengan tak dengar, tengok tak tengok,
Maka aku gerak dari luar lantai de dalam anjung tujuh istana tujuh
Jangan du’raib tidur beradu
Jaga seseorang, jaga kesemua, mendengar khabar tuturku
Jaga mendengar petuturanku
Karena tuturku tiada gaib dan berasaku tiada lelap,
Jajaranku tiada luput
Maka jagalah Pak Yong menjembakkan Pak Yong
Jaga Makyong menjembah Makyong
Jaga peran bersama peran
Jaga juru-gong besama jugur-gong
Jaga pengantin bersama pengantin,
Jaga Panjak bersama Panjak
Jangan berlak pajan, jangan berusak binasa,
Dan jangan beri sumbing runting bercacat cela
Sekalian Pak Yong, Makyong
Segala kawan Mak Yong mana yang di dalam perbaruan.
Mantera tersebut di atas ini dinamakan juga “serapah Besar” (Pak Man, Mantang Arang, 1972). Bahan: Walter William Skeat, Malay Magie, Macmillan and Co.Ltd. London, 1990, hlm. 649-650.
Juga upacara “Menghadap Rebab” kononnya dulu merupakan suatu syarat, tetapi seni pertunjukkan Makyong yang masih ada di Kepulauan Riau tak melakukannya lagi. Pada upacara inilah canggai-canggai dikenakan pada jari para pemain perempuan yang harus memakainya.
Walaupun begitu, ketua Panjak seni pertunukkan Makyong di Mantang Arang masih melakukan upacara “Membuka Tanah”. Sebelum permainan dimulai ia meletakkan seperangkat alat
“semah” (sajian untuk roh halus) yang terdiri atas:
- Sebutir telur ayam,
- Segenggam beras basuh,
- Segenggam beras kunyit,
- Segenggam bertih,
- Sebatang rokok daun (nipah)
- Sebutir nyiur (sudah ditebuk tetapi masih penuh airnya),
- Sirih sekapur lengkap (sudah ada dalam lipatan sirih itu kapur secolet, gambir secebis, pinang siris),
- Kemenyan,
- Tempat bara yang sedang hidup (menyala) baranya.
Kemudian Ketua Panjak itu membaca serapah yang berbunyi:
Assalamualaikum
Tabik orang di laut
Tabik orang di darat
Aku “nak membubuh paras dan tanda di sini
Aku minta tanah yang baik
Bismillahir rahmanir rahim
Bam tanah jembalang tanah
Aku tabu asal engkau mulai menjadi bintang timur
Berundurlah engkau dari sini
Jangan engkau mengahalang
Pekerjaan aku di sini
Hub!
Sementara itu, para pemain Makyong sibuk bersolek seadanya. Untuk memasang kain dan baju serta berbedak-berpantis, mereka boleh saja tolong menolong. Akan tetapi, solek yang lebih penting mereka lakukan ialah solek batin. Pemain perempuan yang sedang memasang kain biasanya membaca mantera:
Pucuk gelinggang daun gelinggang
Setalam digulai manis
Setapak aku mengatur lenggang
Aku dipandang….(dialamatkan kepada penonton) manis
Kurs semangat hati…..(ditujukan kepada penonton)
Tunduk kasih sayang kepada aku
…………………………………………………….
Selesai memasang kain tentulah dia membedaki wajahnya sambil membaca dua mantera “seri Muka” yang berbunyi bergini:
1. Bismillahir ramanir rahim
Pucuk lontar daun lontar
Kulangkah sehari-hari
Cahayaku naik seri deta
Aku pakai cahaya bidadari
Kurs semangat insan Nabi Adam
Tunduk kasih cinta berahi ‘kau pada aku
Kun payakun
2. Sirih kuning mambang kuning
Tanam seriloka aku makan sri mas kuning
Tudung tetap tudung bercembul
Anak tedung merah mata
Mengilap di ujung rambut
Aku pakai pemanis mata
Cahaya naik ke tubuh
Kiri jalan kanan jalan
Anak buaya merenang tasik
Seribu orang berjalan
Aku seorang dipandang cantik
……………………………………………..
Pemain-pemain perempuan (terutama yang menyanyi) biasanya mengamalkan mantera yang bernama “perindang Suara” supaya suara terdengar merdu bersembilu. Salah satu bunyi “perindang Suara” itu berbunyi:
Bismilahir rahmanir rahim
Burung lalu burung hinggap
Daun sejarah berderai gugur
Air surut berbalik pasang
Berkat aku memakai perindang Nabi-Allah Daud
Seluruh umat Muhammad
Pada suaraku
Hatinya terpaut
……………………………………………..
Dalam pada itu, para pemain lelaki yang ingin permainannya tidak dipandang canggung sehingga menjadi bahan ejekan, mungkin mambaca mantera pembungkam seperti ini:
Yakni nama bumi
Habibua nama langit
Kadirussalam nama siang
Tegak sujud alam yang empat
Tegak aku seperti bulan dan matahari
Dipandang orang sekampung ini
More about → 4. MakYong : Persiapan Batin
Attayaya Butang Emas on 2010-02-10
-Tari-Tarian
Ada bermacam-macam gerak tari yang terdapat dalam seni pertunjukkan Makyong. Inilah tari yang dipertunjukkan itu.
a.Untuk Pak Yan:
- Menjunjung Sembah,
- Tari Asyik,
- Tari Ula(r) Sawa,
- Tari Pakai Baju (dan kain)
- Tari Gedombak,
- Tari Menggulung Tali,
- Tari Menyiram Bunga,
- Tari Basuh Tangan,
- Tari Sabuk,
- Tari Elang Menginap,
- Tari Memanggil Awang, dan
- Tari Tanduk.
b.Untuk Awang
- Tari Awang Mengojoi (Tari Jalan Keluar),
- Tari Kaba(r) Bilang,
- Selendang Awang (Selapis),
- Tari Elang Mengiap,
- Tari Senandung,
- Tari Be(r)jalan Masuk Adik Hitam, dan
- Tari Be(r)jalan Jauh.
c.Untuk Bunda (Mak Senik)
- Tari Gemalai,
- Tari Be(r)jalan Masuk,
- Tari Selodang Mayang,
- Selendang Mayang,
- Tari Kelantan,
- Tari Gelansa,
- Tari Kaba(r) Bilang,
- Tari Wak Onggoi
- Tari Segi Tiga,
- Tari Sabuk,
- Tari Tanduk, dan
- Tari Saridam.
d. Untuk Inang Pengasuh
- Sama dengan tari-tari untuk Awang ditambah dengan Tari Tudung.
e. Tari-tari lainnya
- Tari Kijang Emas Tanduk Kencana (kata kencana kadang-kadang diucapkan dengan pelat setempat sehingga berbunyi rencana),
- Tari Batak, dan
- Tari Jin (atau disebut juga Tari Cakar).
More about → 4. MakYong : Tari-Tarian
Attayaya Butang Emas on 2010-02-08
-Lagu-lagu
Makyong diperlengkapkan dengan pelbagai lagu. Berikut ini disajikan jenis-jenis lagu dalam pertunjukkan seni Makyong.
- Lagu Bertabuh
- Lagu Be(r)tabik
- Lagu Gedombak
- Lagu Memanggil Awang
- Lagu Gaduh Tuan Susah Mana
- Lagu Selendang Awang
- Lagu Gaduh Tuan Susah Mana
- Lagu Selendang Awang
- Lagu Kelantan
- Lagu Tinggi-Tinggi Merendah Duduk
- Lagu Siap Simpan Pakaian Badan
- Lagu Bangun Inang
- Lagu Kabar Bilang
- Lagu Berjalan Dekat (atau disebut) Lagu Bejalan Masuk
- Lagu Berjalan Jauh (atau disebut) Lagu Bilang Berjalan
- Lagu Saridam
- Lagu Encik (H)itam Dodoi Sayang
- Lagu Wak Onggoi
- Lagu Te(r)kejut Kami Tengah Tidur
- Lagu Hilang Royak Berita Nak Timbul
- Lagu Dari Jauh Silau Terpandang (atau disebut juga) Lagu Selendang Mayang
- Lagu Gemalai
- Lagu Ketipong Bolong
- Lagu Ikan Kekek
- Lagu Alip Dunia
- Lagu Anak Indung (atau disebut juga) Lagu Raja Beradu
- Lagu O Oi
- Lagu Selendang Mayang
- Lagu Senandung
- Lagu Timang Burung
- Lagu Selendang Awang (dua lapis)
- Lagu Maulidal
- Lagu Timang-Timang Anak
- Lagu Bong Oi (dua lagu)
Lagu-lagu joget yang terdiri atas :
(1) Serampang Laut,
(2) Dondang Sayang,
(3) Be(r)tari Rawai,
(4) Me(Ber) lemang,
(5) Serampang Pantai,
(6) Tanjung Keling Tepi Laut,
(7) dan lain-lain.
More about → 4. MakYong : Lagu-lagu
Attayaya Butang Emas on 2010-02-06
-Alat Musik
Berbagai macam alat bunyi-bunyian yang dipakai dalam seni pertunjukkan Makyong. Di antara alat musik atau bunyi-bunyian itu sebagai berikut.
- Gendang Pengibu
- Gendang Penganak
- Gedombak (dua buah)
- Geduk
- Gong atau Ketawak (dua buah; satu ketawak jantan, yang satu lagi betina)
- Mong (dua buah; satu jantan dan satu lagi betina
- Breng-breng
- Cecrek
- Serunai
- Rebab
- Anak ayam
- Biola Bambu
More about → 4. MakYong : Alat Musik
Attayaya Butang Emas on 2010-02-04
Pakaian
Pakaian dalam seni pertunjukkan Makyong tidaklah terlalu mengikut kepada peraturannya. Awang kadang-kadang berpakaian sehari-hari (pakaian masa kini) dengan diberi kain samping jenis pelekat.
Begitu juga dengan pakaian pemain perempuan tidak, hanya hendaklah dibedakan dengan jelas antara raja-raja dengan orang kebanyakan.
More about → 4. MakYong : Pakaian
Attayaya Butang Emas on 2010-02-02
Peralatan Lain
Di samping topeng, masih ada peralatan lain yang diperlukan dalam seni pertunjukkan ini. Inilah daftar peralatan itu:
- Rotan (untuk pemukul)
- Parang
- Keris
- Kapak
- Panah
- Tongkat kayu (untuk dijadikan tongkat sakti)
- Canggai (arti sebenarnya kuku yang panjang). Canggai disini ialah kuku palsu yang panjang sekali dibuat dari bahan yang berkilat seperti emas.
- Dan lain-lain
More about → 4. MakYong : Peralatan Lain
Attayaya Butang Emas on 2010-02-01
Topeng-topeng
Permainan Makyong menggunakan topeng. Ada bermacam-macam topeng yang dipergunakan dalam seni pertunjukkan ini.
- Topeng Nenek Betara Guru
- Topeng Nenek Betara Siwu
- Topeng Awang Pengasuh
- Topeng Inang Tua
- Topeng Inang Muda (Inang Pengasuh)
- Topeng Wak Perambun
- Topeng Mamak-mamak
- Topeng Wak Pakih Jenang
- Topeng Wak Dukun
- Topeng Pembatang
- Topeng Raja Jin
- Topeng peran Hutan
- Topeng Peran Agung
- Topeng Peran Raya
- Topeng Tok Mersing Mata Api
- Topeng Nenek Gergasi
- Topeng Semang
- Topeng Kijang Berma Sakti
- Topeng Kuda Kayu Sakti atau Kuda Hijau Pelana Kuning
- Topeng Apek Kotak
- Topeng Beruk Putih
- Topeng Garuda
- Dan lain-lain
More about → 4. MakYong : Topeng-topeng