Rumah Melayu terdiri daripada tiga unsur utama, yaitu tiang, dinding dan bumbung. Kekuatan dan ketahanan sebuah rumah adalah bergantung kepada gabungan bahan-bahan binaan yang masuk dalam “perenggan tiang”. Bahan binaan yang terpenting dalam perenggan ini ialah tiang rumah. Oleh itu konstruksi tiang haruslah daripada jenis kayu yang terbaik, kuat dan tahan menanggung beban berat bangunan rumah.
Rumah Melayu pada zaman dahulu mempunyai tiang yang ditanam dalam tanah. Contoh tiang begini masih terdapat pada rumah asal atau rumah melayu awal. Namun sejak kebelakangan ini hampir semua rumah Melayu yang berbentuk bubung panjang atau limas tidak lagi menggunakan tiang yang ditanam dalam tanah. Tiang sudah diberi alas dibahagian kakinya, yang disebut “lapik tiang” atau “alam tiang”, yang diperbuat daripada kayu atau bahan keras. Di kaki tiang ditebuk lubang untuk menempatkan “kuku tiang”. Pada zaman dahulu, dalam lubang kuku tiang, selalunya diletak “duit syiling” atau “tahi bijih”, dan mungkin ada unsur mistik dalam perbuatan ini.
Ada berbagai-bagai jenis tiang dalam rumah Melayu. Ada tiang seri, tiang panjang, tiang serambi, tiang tongkat, tiang gantung dan ada pula tiang tambah atau tiang penyokong. “Tiang utama” dibahagian tengah pada rumah bubung panjang pula biasanya lebih panjang dari pada “tiang serambi sama naik”. Dibaris tiang panjang, terdapat sebatang tiang yang disebut “tiang seri”. Tiang ini merupakan ”tiang adat” dan ia penting dalam upacara pembinaan rumah. Tiang pendek, tiang tongkat dan tiang gantung hanya setinggi aras lantai saja. Tiang tongkat atau tiang penyokong juga setinggi aras lantai dan biasanya ditambah kemudian menguatkan kedudukan lantai.
1.1. Rasuk
Rasuk adalah bahan binaan rumah kayu yang berfungsi sebagai pengikat rangka rumah. Tanpa rasuk, tiang–tiang tidak dapat berdiri dengan baik. Rasuk yang memanjang disebut “rasuk panjang”, dan yang melintang disebut “rasuk pendek” atau “rasuk rot”. Memperbuat rasuk biasanya digunakan kayu yang keras. Rasuk dipasang menembus tiang. Selain dikenal dengan nama rasuk, biasanya juga bagian ini disebut “gelegar jantan” atau “gelegar induk”.
Baris-baris kayu yang melintang terletak diatas ”alang” disebut gelegar. Ia berfungsi sebagai alas lantai. ”Bendul” adalah kayu penutup hujung lantai, letaknya melingkari bangunan sebelah luar rumah. Kegunaannya sebagai pemisah ruang-ruang serambi, rumah ibu, selang dan dapur.
1.2. Gelegar.
Gelegar berbentuk bulat, setengah bulat atau persegi. Ukurannya lebih kecil dari rasuk. Gelegar disusun melintang (dalam jarak tertentu) di atas rasuk. Jumlah gelegar ditentukan dengan bilangan tertentu. Biasanya, jumlah gelegar berguna untuk menentukan “ukuran rumah” bagi pemiliknya.
1.3. Tongkat
Tongkat adalah bagian rumah yang paling bawah, tongkat dibuat sedemikian rupa dari tanah (dibenamkan ke tanah atau dialasi benda keras) sampai menopang rasuk. Bersama tiang, tongkat menjadi sendi utama bagi kekuatan rumah. Artinya, tongkat yang kokoh akan memungkinkan rumah menjadi kuat pula, begitu pula sebaliknya.
Tongkat boleh terbuat dari kayu dan boleh juga terbuat dari semen. Kalau terbuat dari kayu, ada yang dari kayu bulat dan ada pula yang dari kayu persegi empat. Apabila terbuat dari semen bentuknya boleh direka sedemikian rupa sehingga kelihatan menarik sesuai dengan selera pemiliknya. Dalam hal ini, tongkat semen boleh dan biasa direka dengan corak-corak tertentu sebagaimana lazimnya corak dalam ragam hias Melayu.
Seperti yang dikemukakan diatas, tinggi tongkat bermacam-macam dari kira-kira 1,50 m sampai dengan 2,40 m. sedangkan untuk rumah di pantai memerlukan tongkat yang lebih tinggi dan bahannya harus tahan air dibandingkan dengan rumah di darat (jauh dari pantai).
1.4. Tangga
Tangga adalah bagian rumah yang berfungsi sebagai alat tempat untuk orang naik ke dan turun dari rumah. Tangga terdiri atas tiang tangga dan anak tangga. Tiang tangga berbentuk persegi empat, pipih, atau bulat. Kaki tangga (bagian tiang tangga sebelah bawah) ada yang ditanam dan ada pula yang diberi alas dengan benda keras. Bagian atasnya disandarkan miring ke ambang pintu dan terletak di atas bendul. Anak tangga berbentuk bulat atau pipih. Pada kiri kanan tangga adakalanya diberi tangan tangga. Bagian ini di pasang sejajar dengan tiang tangga dan selalu diberi hiasan berupa kisi-kisi larik atau papan tebuk (papan berlubang).
Anak tangga adakalanya diikat dengan tali ditangga, tetapi kalau pipih dipahatkan (kurus) ke dalam tiang tangga. Tali pengikat, biasanya, dibuat dari rotan. Sedangkan jumlah anak tangga disamping disesuaikan tinggi rendahnya rumah. Makin tinggi rumah makin banyak anak tangganya, juga dianjurkan bilangannya menampilkan makna tertentu. Anak tangga tunggal (satu buah saja) mengacu pada makna “keesaan Allah”, empat “jumlah sahabat nabi Muhammad saw”, lima “rukun Islam”, dan sebagainya. Jarak antara anak tangga tidak ditentukan, tetapi menurut kebiasaan jarak anak tangga antara satu dengan yang lainnya lebih kurang satu hasta. Yang penting jarak anak tangga harus diatur sedemikian rupa sehingga orang mudah naik ke dan turun dari rumah. Tangga boleh juga dibuat dari semen. Tangga semen ini direka dalam bentuk seindah mungkin.
1.5. Bendul
Bendul berbentuk persegi empat atau bulat. Bahan bendul juga tiada diperbolehkan disambung, dan sama dengan bahan tiang seri dan rasuk. Bendul juga berguna sebagai batas ruang rumah dan batas lantai.
1.6. Lantai
Lantai adalah ruang antara perenggan tiang dengan perenggan dinding, yang beralaskan kayu-kayu gelegar. Pada zaman dahulu orang menggunakan “lantai jerai”, yaitu bilah-bilah batang pinang atau yang buluh yang setiap satu lebarnya kira-kira 5-6 cm. bilah-bilah itu disusun atas gelegar dan dikemas dengan rotan atau akar. Gayanya seperti menyirat lukah dan bubu ikan. Ada juga yang menggunakan lantai daripada buluh yang diracik. Hari ini lantai rumah Melayu bertukar kepada papan yang dibelah dengan gergaji atau ditarah dengan pepatil. Sekarang sudah banyak lantai yang diperbuat daripada papan berketam yang boleh dibeli dari kilang papan.
Rumah Melayu menggunakan tidak kurang daripada tiga buah tangga, sebuah di hadapan rumah, sebuah di ruang selang dan sebuah lagi di pintu belakang. Tangga depan terletak di hadapan serambi dan pada rumah yang beranjung, tangganya diubah ke anjung. Ada tangga depan yang mempunyai ruang kecil yang dinamakan beranda. Selangnya pula berpantar dan terdapat pangking untuk duduk. Dirumah berloteng atau berperan terdapat tangga yang dipasang di dalam rumah.
1.7. Jenang
Jenang berbentuk balok persegi empat atau bulat. Kegunaan utamanya adalah tempat melekatkan dinding dan sebagai penyambung tiang dari rasuk ke tutup tiang. Jenang dipasang tegak lurus dari rasuk ke tutup tiang. Pada kedua ujungnya diberi puting. Puting bagian bawah dipahatkan ke dalam rasuk, sedangkan puting bagian atas pahatkan ke dalam tutup tiang. Bahan jenang sama dengan bahan rasuk, yakni kayu keras.
1.8. Sentur
Sentur adalah kayu yang menghubungkan jenang dengan jenang. Sentur terbuat dari kayu persegi atau bulat. Bahannya seperti bahan jenang, tetapi ukurannya lebih kecil dan kedua ujung sentur dipahatkan ke dalam jenang.
Sentur berguna sebagai kerangka dinding, kerangka pintu, dan kerangka tingkap (kusen). Jumlah sentur tergantung pada tinggi dinding serta jumlah pintu, tingkap, dan lubang angin.Rumah yang berdinding tinggi memerlukan sentur lebih banyak dari pada rumah berdinding rendah (pendek).Semakin banyak pintu, tingkap, dan lubang angin rumah,makin banyak pula diperlukan sentur.
1.9. Tutup Tiang
Tutup tiang berbentuk persegi empat atau balok. Besarnya bergantung pada ukuran tiang dan berguna sebagai pengunci bagian atas tiang. Bahan yang dipakai sama dengan bahan jenang. Tutup tiang yang menghubungkan keempat tiang seri disebut “tutup tiang panjang”, sedangkan menghubungkan tiang-tiang lainnya disebut “tutup tiang pendek”.
1.10. Alang
Kayu yang dipasang melintang di atas tutup tiang disebut alang. Bentuknya persegi empat atau bulat. Bahannya sama dengan tutup tiang. Gunanya dapat disamakan dengan gelegar loteng atau sebagai balok tarik di bawah kuda-kuda. Ukurannya sama atau lebih kecil sedikit dari tutup tiang.
1.11 Kasau
Kasau yang besar disebut ”kasau jantan” yang berguna sebagai kaki kuda-kuda, sedangkan kasau yang lebih kecil di sebut ”kasau betina”. Yang berguna sebagai tempat melekatkan atap. Kasau jantan terletak di bawah gulung-gulung, sedangkan kasau betina terletak di atas gulung-gulung. Bentuknya ada yang bulat, pipih, atau persegi. Bahannya dari kayu keras, terutama untuk kasau jantan, sedangkan untuk kasau betina dapat digunakan nibung atau buluh.
1.12. Gulung-gulung
Gulung-gulung bentuknya bulat atau persegi. Gulung-gulung dipasang sejajar dengan tulang bubung, diatas kasau jantan.
1.13. Tulang Bubung
Tulang bubung adalah kayu yang terletak paling atas (dipuncak pertemuan atap). Bahannya dari kayu keras, sedangkan bentuknya bulat atau persegi. Tulang bubung adalah tempat pertemuan ujung kasau dan ujung atap sebelah atas. Diatas tulang bubung dipasang perabung, yakni atap yang menutup pertemuan puncak atap.
1.14. Tunjuk Langit
Tunjuk langit berbentuk persegi empat atau bulat. Bahannya dari kayu keras atau sama dengan bahan tiang seri. Gunanya sebagai tiang tempat tulang bubung dan kuda-kuda. Tunjuk langit dipasang di atas tutup tiang pada kedua ujung perabung, sedangkan yang dibagian tengah dipasang di atas alang. Jumlahnya tidak ditentukan, tetapi sekurang-kurangnya tiga buah, yakni dua di sebelah ujung dan satu di tengah. Pada tunjuk langit dipasang kuda-kuda dan kaki kuda-kuda. Diatasnya dipasang tulang bubung.
1.15. Dinding
Dinding ialah bahagian binaan yang membangunkan sesebuah rumah. Dinding berfungsi sebagai kontraksi samping dekoratif, yang diukir dengan menarik.
Pada zaman dahulu sebelum dinding papan diperkenalkan, rumah Melayu menggunakan daun untuk dinding. Daun yang digunakan termasuklah daun bertam, cucuh, enau, rumbia dan juga daun nipah. Daun-daun itu disusun dan disirat menjadi berkajang atau berbidang.
Ada juga yang menggunakan dinding pelupuh atau dinding tepas. Dinding ini masih dapat dilihat dirumah-rumah bubung panjang dibeberapa daerah. Dinding ini dibuat dari pada bilah-bilah buluh atau ”bemban” yang dianyam mengikut corak yang dikehendaki. Pelupuh yang bercorak dikenali sebagai ”kelarai”, yang dianyam indah. Kelarai ini ada yang disebut kelarai bunga, kelarai tampuk manggis, kelarai piling berganda, kelarai bintang, kelarai ketam bawa anak, kelarai akar selusuh, kelarai empat sebilik dan kelarai mas murai, berdasarkan corak masing-masing.
Dinding pelupuh boleh tahan hingga 80 tahun. Contoh rumah yang menggunakan dinding tepas yang berkelarai ialah “Istana Tepas” atau lebih dikenal sebagai “Istana Kenanga” di Bukit Cadan, Kuala Kengsar, Perak. Dari perkhabaran yang diperdapat, Istana ini dibina pada tahun 1918, dan menjadi tempat bersemayam sementara Sultan Iskandar Syah (Sultan Perak yang memerintah dari tahun 1918-38), hal ini dilakukan karena menantikan siapnya istana yang resmi (Istana Iskandar yang dalam pembinaan).
Selain dinding pelupuh dan daun kayu, rumah Melayu juga menggunakan dinding kulit kayu dan papan. Dinding kulit kayu hampir tidak dipakai lagi sekarang. Dinding papan kembung biasanya terdapat pada rumah-rumah orang yang berada dinegeri Kelantan dan Terengganu, dan biasanya dipakai pada rumah-rumah bujang dan rumah tiang dua belas. Jenis dinding ini jarang terdapat pada rumah Melayu di negeri-negeri lain.
Dinding rumah Melayu sekarang diperbuat daripada papan. Ada yang dipasang secara menegak dan ada yang dipasang melintang. Dinding yang disusun menegak memerlukan papan yang berlidah (lidah pian). Atau dengan susunan yang bertindih (tindih kasih). Cara lain adalah dengan pasangan melintang dan saling menindih yang disebut susun sirih.
Lidah pian adalah bentuk ketaman papan pada kedua belah tepi lebar papan, dimana pada sebelah bagian ketamnya membentuk lidah, yakni timbul, dan pada sebelah lainnya cekung atau dibuat alur.jadi, dengan merapatkan dinding satu dengan lainnya, bagian yang menonjol (lidah) itu dimasukkan kedalam bagian yang cekung (alur), sehingga papan-papan tersebut benar-benar rapat. Bagian yang menonjol atau lidah itu biasa disebut jantan, sedang yang bercekung atau beralur disebut betina.
Memasang dinding memerlukan bingkai kayu yang disebut jenang, atau “turus dinding” dan “kayu kambi” sebagai tempat memaku papan dinding. Kayu jenang terdapat juga pada dinding-dinding pelupuh atau tepas. Begitu juga dengan bingkai tingkap dan pintu, ia memerlukan kayu jenang. Disebelah luar dinding pada sesetengah rumah lama terdapat pula pengapit dinding yang disebut “kawan dinding”.
1.16. Pintu
Di dinding terdapat tingkap dan pintu. Pintu merupakan dinding yang boleh ditutup dan dibuka. Gunanya memberi laluan kepada penghuni keluar masuk. Pintu mempunyai dua daun pintu yang dibuka ke dalam, dan jarang sekali rumah-rumah Melayu yang daun pintunya dibuka keluar. Disesetengah rumah terdapat pula “pintu gelangsar”, yaitu daun pintu itu disorong ke tepi dinding semasa dibuka. Pintu-pintu rumah tradisional dahulu biasanya memakai “selak” dan “palang pintu”, tetapi rumah-rumah limas modern sekarang menggunakan kunci atau mangga.
Palang pintu juga berfungsi sebagai alat kunci supaya pintu tidak boleh dikopak oleh anasir-anasir jahat. Selain itu kayu palang juga dapat digunakan sebagai senjata sekiranya mereka diserang oleh orang–orang semasa mereka membuka pintu.
Rumah–rumah tradisional Melayu biasanya mempunyai tiga buah pintu, yaitu pintu hadapan yang terletak diserambi atau di anjung, pintu selang pula terletak diselang atau di kelek anak dan pintu belakang yang terletak dibelakang dapur. Disamping pintu-pintu yang mengarah keluar rumah, terdapat juga pintu didalam rumah, yaitu seperti pintu bilik, pintu serambi dan pintu-pintu yang memisahkan antara ruang-ruang ibu rumah, selang dan dapur.
1.17. Tingkap
Tingkap-tingkap pula tidak mengikut aturan tertentu. Dahulu, rumah Melayu menggunakan tingkap-tingkap rumah limas Melayu yang ada sekarang. Masih ada rumah-rumah tradisional Melayu yang berusia tua yang mengekalkan tingkap bentuk lama, yaitu tingkap itu mempunyai sekeping daun tingkap yang dibuka kearah dalam rumah. Ruang tingkap yang terbuka biasanya dipasang ”kayu kekisi”. Tingkap biasanya terdiri daripada dua keping daun tingkap yang dibuka keluar. Ada sesetengah tingkap yang daun tingkapnya dibuat hingga ke lantai dan separuh daripada bukaan tingkap diberi kekisi dan ada juga yang tidak berkesisi. Seperti halnya pintu, tingkap juga mempunyai bingkai kayu yang disebut jenang atau pahar. Pada jenang dicantum kayu kambi sebagai pengalas dinding.
Adapun jendela rumah diperbuat dengan berbagai ragam, selain dari sekeping atau dua keping daun tingkap, ada juga yang menggunakan daun tingkap beram-ram.
1.18. Lubang Angin
Adalah sebuah lubang yang dibuat khusus untuk keluar masuknya angin (udara). Lubang angin biasanya diperbuat segi delapan, persegi enam, atau bulat. Pada rumah-rumah sederhana lubang angin dibuat berbentuk bujur sangkar. Biasanya, lubang angin diberi kekisi tertentu, berbentuk bulat koma, persegi empat, atau jalinan dan persilangan. Lubang angin yang dibuat khusus dengan berbagai hiasan disebut ”lubang cermin”.
Lubang angin yang disatukan dengan bahagian lain dari rumah adalah yang terdapat diatas pintu, di atas tingkap, singap, dan sebagainya. Menurut keterangan orang tua-tua di daerah ini, pembuatan itu memang ada artinya. Lubang angin yang bersegi delapan biasanya dibuat pada rumah penghulu atau rumah orang yang di tuakan di sesuatu kampung. Persegi delapan dikaitkan dengan delapan penjuru angin, melambangkan pancaran kekuasaan atau wibawa pemilik rumah yang berpencar ke segala penjuru.
Lubang angin persegi enam, bujur sangkar, dan bulat boleh di buat oleh siapa saja. Persegi enam melambangkan rukun iman yang enam, persegi empat melambangkan 4 sahabat nabi, dan empat penjuru mata angin, sedangkan yang bulat melambangkan bulan purnama yang memberikan sinar kerumah. Bentuk kisi-kisi tiadalah mengandung makna tertentu, kegunaannya hanyalah sebagai hiasan belaka.
1.19. Loteng
Loteng disebut ”langa”. Loteng yang terletak diatas bagian belakang rumah (telo dan dapur) disebut ”peran” atau ”para”, tapi tak banyak rumah yang memakai loteng. Lantai loteng dibuat dari papan yang disusun rapat sama seperti lantai rumah induk, hanya lantai loteng ukurannya lebih kecil dan lebih tipis. Pada rumah yang tak berloteng, dalam upacara tertentu bagian atas (loteng) ditutup dengan kain yang disebut ”langit-langit”. Kain ini biasanya dibuat dari kain perca dengan beraneka warna kemudian dijahit menjadi sebuah bidang besar menurut pola tertentu.
Banyak pula loteng yang dibuat tidak menutupi seluruh bagian atas ruang, tetapi hanya sebahagian saja atau berbentuk huruf “L”. loteng tak seluruhnya berdinding, tetapi diberi hiasan kisi-kisi yang terbuat dari kayu bubutan atau papan tebuk.
Loteng yang separuhnya berdinding disebut ”anjungan mengintai”. Loteng dibagian belakang (para) dibuat dalam bentuk yang sangat sederhana dengan lantai yang jarang. Loteng berbentuk L adalah loteng yang berbentuk siku-siku, dan loteng ini dibuat kalau dirumah tersebut banyak anak dara. Mereka tinggal diatas loteng itu (terutama yang sudah dewasa atau sudah bertunangan) sebagai tempat tidur dan tempat menenun kain.
Pembuatan loteng yang berbentuk huruf L ini bertujuan memberikan ruang bagi pemilik rumah untuk menggunakan ruang itu sebagai tempat pelaminan yang tinggi. Kalau seluruh ruang diatasnya di pasang (diberi) loteng, tinggi ruang menjadi terbatas sehingga pelaminan tak dapat dibuat bertingkat-tingkat. Oleh sebab itu, walaupun tiada larangan bagi masyarakat bisa untuk membuat loteng seperti itu, mereka jarang membuatnya. Kaum bangsawan dan orang-orang kaya yang biasanya banyak membuat loteng sepeti itu.
1.20. Teban Layar
Disebut juga ”singap” atau ”bidai”. Bagian ini biasanya dibuat bertingkat dan diberi hiasan yang sekaligus berguna sebagai lubang angin. Pada bagian yang menjorok keluar diberi lantai yang disebut ”tubang layar” atau ”lantai alang” atau ”undan-undan”.
1.21. Atap
Bahan utama atap adalah daun nipah, daun rumbia, kemudian pula ada genteng, seng dan asbes. Atap yang dibuat dari daun nipah atau daun rumbia itu dibuat dengan menjalinnya pada sebatang kayu yang disebut ”bengkawan”, biasanya dibuat dari bilah pokok pinang, nibung, pelepah nyiur atau buluh. Pada bengkawan itulah atap dilekatkan, dijalin dengan rotan, kulit buluh atau kulit pelepah rumbia (bintit). Kalau atap dibuat satu lapis daun saja disebut ”kelarai” (atap kudi), sedangkan kalau dua lapis disebut ”mata ketam” (atap pakai). Atap mata ketam kelas lebih rapat, lebih tebal dan lebih tahan daripada atap kudi.
Isi perut rotan atau buluh dipakai sebagai penjalin yang disebut ”liet”. Cara membuat liet adalah buluh atau rotan ”dilayuh” dengan api, kemudian direndam ke dalam air. Sesudah beberapa waktu, baru dibelah dan diambil isinya, dibuat seperti helai-helai rotan yang lazim dipakai sebagai anyaman.
Untuk melekatkan atap digunakan tali rotan, sedangkan untuk ”perabung” dipakai pasak yang terbuat dari nibung. Pekerjaan memasang atap disebut ”menyanggit”.
1.22. Bubung
Bubung (bumbung) merangkumi berbagai kayu rangka, dari kayu alang panjang (kepala tiang) hingga ke tulang perabungnya yang diatas sekali. Bahan-bahan gabungan pada bubung terdiri daripada kayu kasau jantan, kasau betina, gulung-gulung, tunjuk langit, naga-naga, larian tikus, tulang perabung (tulang bumbung), jeria, atap dan lain-lain.
Di atas bubung ada tutup bubung. Pengalas tutup bubung diperbuat daripada berbagai-bagai bahan. Pada zaman dahulu, orang menggunakan ”atap cucuh”, yakni daun dari pokok cucuh (sejenis pokok palma yang tumbuh di hutan). Ada juga tutup bubung yang diperbuat daripada atap rumbia dan atap nipah. Sekarang ini, kebanyakan rumah Melayu menggunakan kepingan kayu sebagai atap dan dikenal sebagai ”atap sisip” atau ”atap berlian”. Ada pula menggunakan atap genting (atap genting Senggora), atap seng, dan atap asbes.
Rumah bubung panjang, apapun juga bentuknya, mempunyai asas atau dasar kerangka yang sama. Kedudukan tiangnya sebaris dengan tiang panjang daripada tiang serambi. Kegunaan tiang panjang ini ialah untuk menongkat bubung induk rumah, sedangkan tiang serambi berguna untuk menongkat bubung serambi dan bubung kelek anak. Sekiranya rumah bubung panjang memakai lantai dibahagian aras kepala tiang, bubung untuk ruang yang disebut ”peran/para” ataupun ”loteng” haruslah ditinggikan sedikit. Pada bahagian ujung alang lintang, dipasang tiang pendek yang dikenal sebagai tiang gantung, sedangkan bahagian tengahnya dipasang kayu turun menegak yang disebut kayu tunjuk langit.
Kedudukan tiang utama dengan tiang serambi yang lebih pendek ada kaitannya dengan kedudukan aras lantai, lantai kelek anak dan ruang ibu lebih tinggi daripada lantai ruang serambi karena ada keterkaitan dengan adat dan peraturan budaya Melayu.
Ruang-ruang yang wujud dalam seni bina rumah bubung panjang, seperti ruang serambi, kelek anak, ruang tengah, selang dan dapur, memperlihatkan dengan jelas budaya Melayu yang diresapi nilai-nilai Islam. Dalam Islam, ada peraturan yang menghendaki kaum lelaki perempuan di asingkan karena Islam melarang pergaulan bebas lelaki–perempuan yang bukan muhrim, malah budaya Melayu juga berpegang kuat pada adat resam yang diwarisi turun-temurun. Maka, di dalam rumah diwujudkan ruang-ruang rehat yang khas.