the conceptor
07
PENGGALAN KETUJUH
Rumah Orang Melayu
Rumah adalah Perkataan Melayu yang Tertua. Kalau mengikut pandangan dan pendapat orang-orang tua serta dari para cerdik pandai, bahwasanya perkataan rumah adalah terjemahan dari bahsa Jawa yaitu griya atau gir. Kedua perekataan tersebut mempunyai makna gunung. Sedangkan gunung merupakan suatu bentuk alam semula yang jadi agung. Orang Jawa menyebut rumah senagai bhodo, yang mempunyai makna lebih Luas lagi. Selain menyebut rumah, perekataan itu dipakai juga untuk menyebut bangunan yang bukan saja mempunyai kepentingan sebagai tempat tinggal keluarga.
Selain daripada makanan, miniman dan pakaian, rumah adalah sesuatu kperluan yang paling asas. Dan ianya jika dilihat secara umum mempunyai kepada tiga makna, yaitu:
- Dari segi Kegunaanya
- Dari segi Rasa
- Dari segi Lambang (status)
Bentuk rumah melayu biasanya hanya 2 (dua) yaitu (1) bentuk persegi panjang dengan bubungan panjang (rumah bubung melayu atau rumah belah bubung) yang disebut rumah melintang atau disebut juga bubungan Melayu, dan (2) bentuk segi empat dengan bubungan berbentuk limas dan disebut rumah limas. Bentuk–bentuk ini dipandang dari bangunan induk tanpa memperhitungkan bangunan dapur dan selaras atau beranda. Biasanya, bagian induk rumah orang Melayu terpisah dengan bangunan dapur. Bangunan yang terpisah ini dihubungkan dengan suatu bangunan penghubung yang lebih kecil dari bangunan induk dan bangunan dapur. Bangunan penghubung ini disebut "kilik anak" atau "gajah menyusu" atau "susur pandan". Jadi, bangunan dapur merupakan bangunan tambahan bagian belakang rumah. Pada bagian dapur, dibuat pula suatu bagian yang menyatu dengan dapur dan agak menonjol keluar yang disebut “Pagu” yang berfungsi sebagai tempat menyusun piring dan gelas yang baru dicuci. Selain itu, pada bagian dapur dibuat pintu yang berhubungan dengan selasar atau "ketapak". Selasar, atau ketapak bagian ini berfungsi sebagai tempat mencuci piring.
Tambahan bangunan rumah tidak hanya dibagian belakang, tetapi juga dilakukan dibagian depan rumah. Bangunan dibagian ini disebut selasar atau beranda atau anjung. Selasar atau beranda terbagi atas dua jenis, yaitu selasar bedinding dan selasar terbuka diberi pagar yang berkisi-kisi (jerajak) atau berukir.
Bangunan rumah orang Melayu tradisional memiliki panggung sehingga rumah tersebut disebut rumah panggung. Tiap rumah ada yang ditanam didalam tanah dan ada pula yang beralas batu. Tiang rumah, biasanya dibuat dari kayu keras, seperti punak, belian bagi rumah yang berada didarat, dan rengas atau nibung bagi rumah yang ada dipantai.
Semua kerangka rumah terbuat dari kayu bulat atau kayu persegi, seperti "punak mentangur", sedangkan dinding rumah terbuat dari papan, terutama pada bagian induk. Pada bagian dapur, dindingnya ada yang terbuat dari papan, terutama pada bagian induk. Pada bagian dapur, dindingnya ada yang terbuat dari papan dan ada pula yang terbuat dari kulit kayu. Hal ini bergantung pada kemampuan ekonomi keluarga yang memiliki rumah tersebut.
Lantai rumah terbuat dari papan yang agak tebal, terutama di bangunan induk selasar, sedangkan dibagian dapur, ada yang terbuat dari papan dan ada pula yang terbuat dari lantai nibung atau pinang. Atap rumah terbuat dari daun rumbia yang di anyam sedemikian rupa dengan menggunakan belahan rotan yang diraut tipis. Atap rumbia dapat bertahan sampai 10 tahun jika dianyam berlapis dan sebelumnya direndam di air selama lebih kurang seminggu. Anyaman seperti ini disebut "anyaman mata ketam".
Pembuatan rumah dilakukan oleh tukang kampung yang memiliki keahlian kerena bakat yang dimilikinya. Bentuk rumah, biasanya, diserahkan sepenuhnya pada tukang atau disepakati antara tukang dengan pemilik rumah.
Menurut kebiasaan orang Melayu, pencarian kayu atau "beramu kayu" dilakukan oleh tukang juga atau orang-orang tertentu yang pekerjaannya sebagai peramu kayu. Merekalah yang menentukan kayu yang layak, baik dipandang dari segi kualitas kayu maupun dipandang dari segi kekuatan magis. Untuk dijadikan sebagai bahan rumah.
Peramuan kayu tidak dapat dilakukan pada setiap hari, tetapi harus ada pelangkahnya atau hari-hari baiknya. Begitu juga perlakuannya ketika mereka akan menebang kayu. Biasanya, si peramu menggunakan jampi-jampi atau mentera tertentu. Hal ini dilakukan agar tidak muncul kejadian-kejadian yang dapat merugikan si pemilik rumah atau supaya tidak mendatangkan sial.
Pemasangan kerangka pun harus memperhatikan pangkal dan ujung kayu supaya tidak sampai salah pasang atau sungsang. Jika hal ini terjadi, menurut kepercayaan orang-orang Melayu dapat menimbulkan kejadian-kejadian yang tidak nyaman bagi pemilik rumah dan keluarganya. Pendirian rumah pun harus diatur pula harinya dan tanah yang akan dibangun rumah “dimatikan” dulu atau dilakukan "upacara mematikan tanah". Upacara mematikan tanah ini dengan penyemahan agar jembalang tanah yang menghuni tanah rumah tersebut pergi dan tidak mengganggu pemilik rumah dan keluarganya.
07
PENGGALAN KETUJUH
Rumah Orang Melayu
Rumah adalah Perkataan Melayu yang Tertua. Kalau mengikut pandangan dan pendapat orang-orang tua serta dari para cerdik pandai, bahwasanya perkataan rumah adalah terjemahan dari bahsa Jawa yaitu griya atau gir. Kedua perekataan tersebut mempunyai makna gunung. Sedangkan gunung merupakan suatu bentuk alam semula yang jadi agung. Orang Jawa menyebut rumah senagai bhodo, yang mempunyai makna lebih Luas lagi. Selain menyebut rumah, perekataan itu dipakai juga untuk menyebut bangunan yang bukan saja mempunyai kepentingan sebagai tempat tinggal keluarga.
Selain daripada makanan, miniman dan pakaian, rumah adalah sesuatu kperluan yang paling asas. Dan ianya jika dilihat secara umum mempunyai kepada tiga makna, yaitu:
- Dari segi Kegunaanya
- Dari segi Rasa
- Dari segi Lambang (status)
- Dari segi kegunaanya sebagai tempat berlindung dari pada hujan dan panas, sebagai tempat pangkalan tempat bertolak , berlabuh dan pulang. Sebagai tempat kegiatan perseorangan maupun kemasyarakatan juga sebagai tempat beberapa kegiatan lainya. Orang Melayu tak dapat dipisahkan dari rumah, sama sebagaimana mereka lahir, hidup dan meninggal karena ianya sesuatu yang harus dilalui. Laluan kehidapn ini tentulah sangat berhubungan dengan rumah yang menjadi tempat tinggal.
- Dari segi jiwa atau perasaan, rumah memberikan berbagai keperluan naluri yaitu memberikan rasa aman, tentram, rasa harmoni, menjadi tempat mengasuh-mengasih dan mendapatkan ketenangan jiwa. Orang Melayu menganggap rumah adalah sebidang tempat yang menjadi milik penghuninya.
- Dari segi Lambang, (status) ianya memberikan rasa kebanggaan kepada penghuninya. Oleh sebab itu setiap orang Melayu bercita-cita untuk membina sebuah rumah yang besar dan selesa. Tentunya dilihat dari kemampuan keuangan, kedudukan dan social untuk memiliki sebuah rumah dengan reka bentuk yang menarik.
Bentuk rumah melayu biasanya hanya 2 (dua) yaitu (1) bentuk persegi panjang dengan bubungan panjang (rumah bubung melayu atau rumah belah bubung) yang disebut rumah melintang atau disebut juga bubungan Melayu, dan (2) bentuk segi empat dengan bubungan berbentuk limas dan disebut rumah limas. Bentuk–bentuk ini dipandang dari bangunan induk tanpa memperhitungkan bangunan dapur dan selaras atau beranda. Biasanya, bagian induk rumah orang Melayu terpisah dengan bangunan dapur. Bangunan yang terpisah ini dihubungkan dengan suatu bangunan penghubung yang lebih kecil dari bangunan induk dan bangunan dapur. Bangunan penghubung ini disebut "kilik anak" atau "gajah menyusu" atau "susur pandan". Jadi, bangunan dapur merupakan bangunan tambahan bagian belakang rumah. Pada bagian dapur, dibuat pula suatu bagian yang menyatu dengan dapur dan agak menonjol keluar yang disebut “Pagu” yang berfungsi sebagai tempat menyusun piring dan gelas yang baru dicuci. Selain itu, pada bagian dapur dibuat pintu yang berhubungan dengan selasar atau "ketapak". Selasar, atau ketapak bagian ini berfungsi sebagai tempat mencuci piring.
Tambahan bangunan rumah tidak hanya dibagian belakang, tetapi juga dilakukan dibagian depan rumah. Bangunan dibagian ini disebut selasar atau beranda atau anjung. Selasar atau beranda terbagi atas dua jenis, yaitu selasar bedinding dan selasar terbuka diberi pagar yang berkisi-kisi (jerajak) atau berukir.
Bangunan rumah orang Melayu tradisional memiliki panggung sehingga rumah tersebut disebut rumah panggung. Tiap rumah ada yang ditanam didalam tanah dan ada pula yang beralas batu. Tiang rumah, biasanya dibuat dari kayu keras, seperti punak, belian bagi rumah yang berada didarat, dan rengas atau nibung bagi rumah yang ada dipantai.
Semua kerangka rumah terbuat dari kayu bulat atau kayu persegi, seperti "punak mentangur", sedangkan dinding rumah terbuat dari papan, terutama pada bagian induk. Pada bagian dapur, dindingnya ada yang terbuat dari papan, terutama pada bagian induk. Pada bagian dapur, dindingnya ada yang terbuat dari papan dan ada pula yang terbuat dari kulit kayu. Hal ini bergantung pada kemampuan ekonomi keluarga yang memiliki rumah tersebut.
Lantai rumah terbuat dari papan yang agak tebal, terutama di bangunan induk selasar, sedangkan dibagian dapur, ada yang terbuat dari papan dan ada pula yang terbuat dari lantai nibung atau pinang. Atap rumah terbuat dari daun rumbia yang di anyam sedemikian rupa dengan menggunakan belahan rotan yang diraut tipis. Atap rumbia dapat bertahan sampai 10 tahun jika dianyam berlapis dan sebelumnya direndam di air selama lebih kurang seminggu. Anyaman seperti ini disebut "anyaman mata ketam".
Pembuatan rumah dilakukan oleh tukang kampung yang memiliki keahlian kerena bakat yang dimilikinya. Bentuk rumah, biasanya, diserahkan sepenuhnya pada tukang atau disepakati antara tukang dengan pemilik rumah.
Menurut kebiasaan orang Melayu, pencarian kayu atau "beramu kayu" dilakukan oleh tukang juga atau orang-orang tertentu yang pekerjaannya sebagai peramu kayu. Merekalah yang menentukan kayu yang layak, baik dipandang dari segi kualitas kayu maupun dipandang dari segi kekuatan magis. Untuk dijadikan sebagai bahan rumah.
Peramuan kayu tidak dapat dilakukan pada setiap hari, tetapi harus ada pelangkahnya atau hari-hari baiknya. Begitu juga perlakuannya ketika mereka akan menebang kayu. Biasanya, si peramu menggunakan jampi-jampi atau mentera tertentu. Hal ini dilakukan agar tidak muncul kejadian-kejadian yang dapat merugikan si pemilik rumah atau supaya tidak mendatangkan sial.
Pemasangan kerangka pun harus memperhatikan pangkal dan ujung kayu supaya tidak sampai salah pasang atau sungsang. Jika hal ini terjadi, menurut kepercayaan orang-orang Melayu dapat menimbulkan kejadian-kejadian yang tidak nyaman bagi pemilik rumah dan keluarganya. Pendirian rumah pun harus diatur pula harinya dan tanah yang akan dibangun rumah “dimatikan” dulu atau dilakukan "upacara mematikan tanah". Upacara mematikan tanah ini dengan penyemahan agar jembalang tanah yang menghuni tanah rumah tersebut pergi dan tidak mengganggu pemilik rumah dan keluarganya.