Sebelum majelis pernikahan diperbuat, maka dilaksanakan terlebih dahulu kepada pekerjaan menggantung-gantung. Pekerjaan menggantung ini biasanya dilakukan empat atau lima hari sebelum hari pernikahan. Pekerjaan yang dilakukan di rumah calon pengantin perempuan ini adalah berupa persiapan-persiapan. Yaitu membersihkan dan menghias rumah dengan menggunakan bermacam-macam tabir yang digantung dan membuat langit-langit dari kain, mengganti dan memasang “lansi tingkap”, memasang dan menghias tempat tidur baru yang lengkap untuk pengantin baru, dan hal-hal lainnya yang diperlukan untuk menghadapi majelis pernikahan tersebut, termasuklah membuat dapur dan bangsal, membuat “peterakne” atau “peti ratna / peti rakna” yaitu tempat pengantin duduk bersanding, dan membuat pelaminan tempat tidur pengantin.
Acara menggantung biasanya didahului dengan tepung tawar dan kenduri kecil atau do’a selamat supaya semua kerja yang dilakukan akan mendapat berkah dari Allah SWT. Yang ditepung-tawari ialah tempat disekitar pelaminan.
Peterakne adalah sebuah bangku atau terap tempat duduk pengantin. Kelengkapan dari peterakne yaitu :
Pelaminan adalah tempat tidur pengantin yang bertingkat-tingkat, ada yang bertingkat tiga, tingkat lima, dan tingkat tujuh sesuai dengan status sosial orang tua pengantin. Tingkat teratas digunakan untuk tempat tidur, sedangkan tingkat lainnya berupa anak tangga yang dihiasi oleh tabir-tabir, seperti tabir gulung, tabir gantung, dan tabir pukang ayam.
Latar belakang pelaminan disusun dengan tabir yang berwarna-warni, diatasnya disusun tilam atau kasur yang dilengkapi dengan sebuah bantal gaduk, dua buah bantal perade, dua buah bantal sesuari, dua buah bantal telur buaya (bantal kepala), dan dua buah bantal peluk (bantal guling). Setiap bantal ditutupi dengan kain beludru yang dihiasi dengan benang-benang emas dan perak yang disebut “tampuk bantal”.
Pada waktu acara menggantung-gantung inipun dipersiapkan perlengkapan alat nikah seperti :
Tugas menghias rumah dan seluruh peralatan pernikahan dilakukan oleh Mak Andam dan Mak Inang serta pembantu-pembantunya. Selama dalam “menggantung” para kerabat dan tetangga dekat datang membantu dengan membawa lauk pauk seperti ikan, ayam, sayur, kayu api, gula, teh, kopi, nyiur, beras dan lain sebagainya. Tentulah berdasarkan kepada kemampuannya yang dimiliki oleh masing-masing.
Biasanya pada acara ini dilakukan kegiatan menggiling rempah-rempah seperti lada, kunit/kunyit, halia, ketumbar, dan lain-lainnya. Adapun yang bertugas di dapur disebut sebagai “penanggah”. Untuk kaum lelaki bertugas membelah kayu, mengupas niur, dan memasak nasi. Sedangkan kaum perempuan membuat kueh-mueh sebagai pembasuh mulut.
Suasana kerja di dapur semakin semarak dengan dimeriahkan oleh permainan musik, tari dan nyanyian. Kesenian tersebut dimainkan sebagai hiburan untuk para penanggah. Kesenian yang ditampilkan pada saat menjelang pesta pernikahan itu adalah kesenian yang bernafaskan Islam seperti kompang, hadrah, berzanji dan tari zapin. Sedangkan untuk tari zapin ini biasanya hanya ditarikan oleh kaum lelaki saja.
Selama pertunjukan tari zapin ini, para pemusik dan penari disuguhkan makanan berupa air kopi atau teh dan kueh-mueh. Biasanya kueh-mueh dihidangkan sekitar pukul 9 malam, sedangkan pada pukul 11 malam pula dihidangkan bubur manis seperti bubur kacang hijau, kolak pisang, kolak ubi jalar, kolak labu atau yang lain-lainnya. Kononnya pula pada sekitar pukul 3 pagi, pemusik dan penari itu disuguhkan bubur nasi dengan lauknya, lobak asin. Makanan ini disebut dengan bubur pedas atau bubur berlauk.
Sedangkan kesenian lainnya seperti hadrah atau kompang ditampilkan sehari atau dua hari menjelang acara berkhatam Qur’an dan berinai. Semua pekerjaan ini dilakukan oleh kaum lelaki.
Acara menggantung biasanya didahului dengan tepung tawar dan kenduri kecil atau do’a selamat supaya semua kerja yang dilakukan akan mendapat berkah dari Allah SWT. Yang ditepung-tawari ialah tempat disekitar pelaminan.
Peterakne adalah sebuah bangku atau terap tempat duduk pengantin. Kelengkapan dari peterakne yaitu :
- bantal gaduk,
- bantal sesuari,
- bantal seraga,
- tabir,
- bertekad (yang terdiri atas kelingkan/geng-geng, benang emas dan perak, paku-paku, mutu, dan perade.
Pelaminan adalah tempat tidur pengantin yang bertingkat-tingkat, ada yang bertingkat tiga, tingkat lima, dan tingkat tujuh sesuai dengan status sosial orang tua pengantin. Tingkat teratas digunakan untuk tempat tidur, sedangkan tingkat lainnya berupa anak tangga yang dihiasi oleh tabir-tabir, seperti tabir gulung, tabir gantung, dan tabir pukang ayam.
Latar belakang pelaminan disusun dengan tabir yang berwarna-warni, diatasnya disusun tilam atau kasur yang dilengkapi dengan sebuah bantal gaduk, dua buah bantal perade, dua buah bantal sesuari, dua buah bantal telur buaya (bantal kepala), dan dua buah bantal peluk (bantal guling). Setiap bantal ditutupi dengan kain beludru yang dihiasi dengan benang-benang emas dan perak yang disebut “tampuk bantal”.
Pada waktu acara menggantung-gantung inipun dipersiapkan perlengkapan alat nikah seperti :
- Tabir gantung yang berwarna-warni dengan warna khas Melayu yaitu kuning, merah, hijau dan biru.
- Peralatan untuk acara bertepung tawar.
- Tikar nikah.
- Kaki dian tempat lilin.
- Nasi besar.
- Bunga rampai.
- Sirih lelat.
- Pakaian pengantin.
- Peralatan perjamuan atau hidangan.
Tugas menghias rumah dan seluruh peralatan pernikahan dilakukan oleh Mak Andam dan Mak Inang serta pembantu-pembantunya. Selama dalam “menggantung” para kerabat dan tetangga dekat datang membantu dengan membawa lauk pauk seperti ikan, ayam, sayur, kayu api, gula, teh, kopi, nyiur, beras dan lain sebagainya. Tentulah berdasarkan kepada kemampuannya yang dimiliki oleh masing-masing.
Biasanya pada acara ini dilakukan kegiatan menggiling rempah-rempah seperti lada, kunit/kunyit, halia, ketumbar, dan lain-lainnya. Adapun yang bertugas di dapur disebut sebagai “penanggah”. Untuk kaum lelaki bertugas membelah kayu, mengupas niur, dan memasak nasi. Sedangkan kaum perempuan membuat kueh-mueh sebagai pembasuh mulut.
Suasana kerja di dapur semakin semarak dengan dimeriahkan oleh permainan musik, tari dan nyanyian. Kesenian tersebut dimainkan sebagai hiburan untuk para penanggah. Kesenian yang ditampilkan pada saat menjelang pesta pernikahan itu adalah kesenian yang bernafaskan Islam seperti kompang, hadrah, berzanji dan tari zapin. Sedangkan untuk tari zapin ini biasanya hanya ditarikan oleh kaum lelaki saja.
Selama pertunjukan tari zapin ini, para pemusik dan penari disuguhkan makanan berupa air kopi atau teh dan kueh-mueh. Biasanya kueh-mueh dihidangkan sekitar pukul 9 malam, sedangkan pada pukul 11 malam pula dihidangkan bubur manis seperti bubur kacang hijau, kolak pisang, kolak ubi jalar, kolak labu atau yang lain-lainnya. Kononnya pula pada sekitar pukul 3 pagi, pemusik dan penari itu disuguhkan bubur nasi dengan lauknya, lobak asin. Makanan ini disebut dengan bubur pedas atau bubur berlauk.
Sedangkan kesenian lainnya seperti hadrah atau kompang ditampilkan sehari atau dua hari menjelang acara berkhatam Qur’an dan berinai. Semua pekerjaan ini dilakukan oleh kaum lelaki.