Adat resam bersunat di zaman sekarang ini tiada lagi diperbuat seperti zaman dahulunya. Yang pentingnya adalah sampai waktunya untuk berkhitan atau bersunat bagi seorang anak laki-laki, maka orang tua pun pergi jumpa mantri atau dokter ke rumah sakit, terus anak di sunat. Kemudian ada uang sedikit dibuatlah acara ala kadarnya hanya sebagai syarat saja. Yang pentingnya sudah bersunat, itu saja. Pekerjaan yang sedemikian itupun baik juga adanya, karena sememanglah semua bergantung kepada kemampuan orang tua.
Sebenarnya seperkara kepada adat resam zaman dahulu berkenan dengan berkhitan ini banyaklah mengandungi kepada pengajaran, walaupun mungkin di antaranya ada pula yang dianggap sebagai pembaziran belaka. Tetapi sebagaimana bunyi pribahasa, Yang baik kita jadikan tauladan, yang kurang baik kita jadikan sempadan. Berikut ini hendak sedikit di ketengahkan berkaitan upacara berkhitan ini menurut adat resam orang Melayu.
Bila telah masuk umur anak lelaki itu lebih kurang 10 atau 12 tahun maka ditetapkanlah oleh ibu-bapaknya itu akan hari hendak mengadakan kenduri-kendara menyunat anaknya itu. Kemudian dijemputlah dengan hanya melalui mulut kepada jiran, sanak saudara ataupun keluarga, kepada jemputan yang jauh-jauh dipergunakan dengan surat. Dan jika membuat kerja yang lebih besar maka dipanggillah ahli-ahli atau jemputan yang lebih ramai lagi, boleh jadi orang sekampung dijemput.
Sampai kepada ketikanya, pada waktu petang atau malamnya mulailah anak laki-laki yang hendak disunat itu dimandikan, diandam dan dipakaikan indah-indah, seperti pakaian pengantin serta didudukan di atas yang khas untuk anak itu. Sebelum anak itu didudukkan di kursi pelamin itu, si anak diarak sebagaimana mengarak pengantin yang menggunakan julang atau tempat yang diperbuat sedimikian rupa.
Seandainya anak yang akan disunat itu telah khatam mengaji Al-Quran maka disertakan pula adat menyunat itu dengan adat berkhatam Quran, yakni si anak di dudukan di atas sebidang tikar di hadapan pelamin berhadapan dengan orang-orang yang hadir lalu membaca surah-surah penghabisan atau yang pendek-pendek dengan suara yang kuat dan berlagu jika si anak telah dilatih mengaji dengan berlagu. Setelah selesai dia mengaji dan didudukan di atas pelamin maka bunga telur yang telah diperbuat khas, dibagikan kepada yang hadir seorang satu atau setangkai. Kepada guru mengaji yang mengajar kepada si anak, lazimnya berada di sisi ibu-bapak yang mendampingi si anak. Maka guru mengaji itu dihadiahkan sepersalinan pakaian, dan pada akhir majelis si anak disuruh mencium tangan gurunya mengaji dan bersalam-salam dengan orang-orang yang hadir. Kemudian jamuan pun diedarkan kepada sekalian yang hadir laki-laki dan perempuan, sesudah itu maka tamatlah majelis tersebut pada petang atau malam hari.
Pada pagi-pagi keesokan harinya sebelum Tuk Mudim*) tiba, adalah disediakan barang-barang seperti berikut sebagaimana yang diperlukan untuk Tuk Mudim itu, yakni:
1. kain putih panjang lima hasta
2. seekor bapak ayam (ayam jantan)
3. sebuah buyung (gayung) air
4. sebatang batang pisang
5. sirih pinang selengkapnya di dalam tepak atau piring
6. uang (semampunya) sebagai sedekah pada Tuk Mudim
Akan budak yang hendak di sunat itu, dari pagi-pagi lagi disuruh mandi dengan sepuas-puasnya (berendam). Lalu yang terakhir si anak disiramkan dengan segayung air yang telah dijampi oleh Tuk Mudim, dengan keadaan budak itu berdiri di atas tangga ketika air itu disiramkan ke atasnya.
Setelah itu si budak didudukan berselapak di atas batang pisang yang telah disediakan, dan Tuk Mudim itupun dengan pantas menyunat si anak. Selesai saja anak di khitan maka dengan cepat Tuk Mudim mengambil bapak ayam lalu diacu-acukan kepala ayam itu kepada kemaluan si anak, dan jika terlihat kembang tengkuk ayam itu tatkala diacu-acukan maka yang demikian itu konon, menandakan budak itu garang dan akan berbini banyak, wallahu’alam bissawab.
Adapun kain putih, ayam tepak sirih, buyung (gayung) dan uang sedekah itu semua itu diserahkan kepada Tuk Mudim. Kemudiannya Tuk Mudim itu akan mengulang datang ke rumah si anak yang dikhitan untuk melihat keadaan si anak yang disunatnya itu selama tiga hari berturut-turut, setelah itu maka selesailah kerjanya.
Syahdan ada lagi seperkara adat resam orang-orang Melayu dahulunya, yang boleh juga disebutkan yaitu ketika budak-budak ataupun anak-anak laki sejak kecil sebelum sampai kepada masa berkhitan mestilah menyimpan jambul atau boceng apakah di tengkuk atau ditengah-tengah kepala. Ada pula yang menaruh dua buah tompok sampai hari hendak bersunat itu, barulah bercukur.
Peringatan dari orang tua
Sungguhpun orang Melayu itu melakukan pekerjaan menyunat bukan saja hanya kepada anak lelaki tetapi juga kepada anak-anak perempuan, maka patutlah diingatkan bahwa pekerjaan menyunat ini hanya berpatutan kepada anak laki-laki. Sedangkan kepada anak perempuan hanya lebih banyak kepada mendatangkan kemudharatan.
Orang-orang tua yang arif percaya, bahwasanya bersunat itu hanya sunnah dilakukan kepada anak laki-laki saja, karena hal yang demikian ada beberapa sebab yang besar hikmahnya pada sisi kehidupan manusia
Keterangan :
*) panggilan untuk tukang sunat
Sebenarnya seperkara kepada adat resam zaman dahulu berkenan dengan berkhitan ini banyaklah mengandungi kepada pengajaran, walaupun mungkin di antaranya ada pula yang dianggap sebagai pembaziran belaka. Tetapi sebagaimana bunyi pribahasa, Yang baik kita jadikan tauladan, yang kurang baik kita jadikan sempadan. Berikut ini hendak sedikit di ketengahkan berkaitan upacara berkhitan ini menurut adat resam orang Melayu.
Bila telah masuk umur anak lelaki itu lebih kurang 10 atau 12 tahun maka ditetapkanlah oleh ibu-bapaknya itu akan hari hendak mengadakan kenduri-kendara menyunat anaknya itu. Kemudian dijemputlah dengan hanya melalui mulut kepada jiran, sanak saudara ataupun keluarga, kepada jemputan yang jauh-jauh dipergunakan dengan surat. Dan jika membuat kerja yang lebih besar maka dipanggillah ahli-ahli atau jemputan yang lebih ramai lagi, boleh jadi orang sekampung dijemput.
Sampai kepada ketikanya, pada waktu petang atau malamnya mulailah anak laki-laki yang hendak disunat itu dimandikan, diandam dan dipakaikan indah-indah, seperti pakaian pengantin serta didudukan di atas yang khas untuk anak itu. Sebelum anak itu didudukkan di kursi pelamin itu, si anak diarak sebagaimana mengarak pengantin yang menggunakan julang atau tempat yang diperbuat sedimikian rupa.
Seandainya anak yang akan disunat itu telah khatam mengaji Al-Quran maka disertakan pula adat menyunat itu dengan adat berkhatam Quran, yakni si anak di dudukan di atas sebidang tikar di hadapan pelamin berhadapan dengan orang-orang yang hadir lalu membaca surah-surah penghabisan atau yang pendek-pendek dengan suara yang kuat dan berlagu jika si anak telah dilatih mengaji dengan berlagu. Setelah selesai dia mengaji dan didudukan di atas pelamin maka bunga telur yang telah diperbuat khas, dibagikan kepada yang hadir seorang satu atau setangkai. Kepada guru mengaji yang mengajar kepada si anak, lazimnya berada di sisi ibu-bapak yang mendampingi si anak. Maka guru mengaji itu dihadiahkan sepersalinan pakaian, dan pada akhir majelis si anak disuruh mencium tangan gurunya mengaji dan bersalam-salam dengan orang-orang yang hadir. Kemudian jamuan pun diedarkan kepada sekalian yang hadir laki-laki dan perempuan, sesudah itu maka tamatlah majelis tersebut pada petang atau malam hari.
Pada pagi-pagi keesokan harinya sebelum Tuk Mudim*) tiba, adalah disediakan barang-barang seperti berikut sebagaimana yang diperlukan untuk Tuk Mudim itu, yakni:
1. kain putih panjang lima hasta
2. seekor bapak ayam (ayam jantan)
3. sebuah buyung (gayung) air
4. sebatang batang pisang
5. sirih pinang selengkapnya di dalam tepak atau piring
6. uang (semampunya) sebagai sedekah pada Tuk Mudim
Akan budak yang hendak di sunat itu, dari pagi-pagi lagi disuruh mandi dengan sepuas-puasnya (berendam). Lalu yang terakhir si anak disiramkan dengan segayung air yang telah dijampi oleh Tuk Mudim, dengan keadaan budak itu berdiri di atas tangga ketika air itu disiramkan ke atasnya.
Setelah itu si budak didudukan berselapak di atas batang pisang yang telah disediakan, dan Tuk Mudim itupun dengan pantas menyunat si anak. Selesai saja anak di khitan maka dengan cepat Tuk Mudim mengambil bapak ayam lalu diacu-acukan kepala ayam itu kepada kemaluan si anak, dan jika terlihat kembang tengkuk ayam itu tatkala diacu-acukan maka yang demikian itu konon, menandakan budak itu garang dan akan berbini banyak, wallahu’alam bissawab.
Adapun kain putih, ayam tepak sirih, buyung (gayung) dan uang sedekah itu semua itu diserahkan kepada Tuk Mudim. Kemudiannya Tuk Mudim itu akan mengulang datang ke rumah si anak yang dikhitan untuk melihat keadaan si anak yang disunatnya itu selama tiga hari berturut-turut, setelah itu maka selesailah kerjanya.
Syahdan ada lagi seperkara adat resam orang-orang Melayu dahulunya, yang boleh juga disebutkan yaitu ketika budak-budak ataupun anak-anak laki sejak kecil sebelum sampai kepada masa berkhitan mestilah menyimpan jambul atau boceng apakah di tengkuk atau ditengah-tengah kepala. Ada pula yang menaruh dua buah tompok sampai hari hendak bersunat itu, barulah bercukur.
Peringatan dari orang tua
Sungguhpun orang Melayu itu melakukan pekerjaan menyunat bukan saja hanya kepada anak lelaki tetapi juga kepada anak-anak perempuan, maka patutlah diingatkan bahwa pekerjaan menyunat ini hanya berpatutan kepada anak laki-laki. Sedangkan kepada anak perempuan hanya lebih banyak kepada mendatangkan kemudharatan.
Orang-orang tua yang arif percaya, bahwasanya bersunat itu hanya sunnah dilakukan kepada anak laki-laki saja, karena hal yang demikian ada beberapa sebab yang besar hikmahnya pada sisi kehidupan manusia
Keterangan :
*) panggilan untuk tukang sunat