Adapun adat resam atau peraturan dalam perkara beranak atau bersalin yang dijalankan orang Melayu pada dahulunya, disini hendak dinyatakan cara-caranya dengan ringkas saja. Di antaranya ada yang disebut dengan ”Lenggang atau Kirim Perut”. Perkataan ”Lenggang Perut” itu ialah mengikuti seperti yang telah difahamkan, ialah suatu adat yang dijalankan ke atas seseorang istri yang telah genap tujuh bulan atau tujuh purnama masa kehamilan atau mengandung, maka pada masa itulah dipanggil bidan kerana memeriksa dan menentukan isteri yang hamil itu betul tidaknya genap tujuh bulan atau tujuh purnama.
Adapun kelengkapan yang mustahak disiapkan kerana acara melenggang perut ini biasanya, adalah seperti sebagai berikut:
- Tujuh helai kain (kalau dapat tujuh warna yang berlainan satu dengan yang lainnya)
- Segantang beras
- Sebutik (sebiji) nyiur atau kelapa
- Beberapan urat benang mentah
- Sebatang damar (lilin lebah)
- Sedikit minyak kelapa atau minyak urut
- Sedikit lilin
- Satu tempat sirih atau tepak yang cukup lengkap isinya
- Pengkeras uang sebanyak lima suku di dalam tepak itu
Setelah sedia segala barang itu dan Tuk (Mak) Bidan telah datang maka mulailah melakukan sebarang pekerjaannya mengikuti adat resam orang melenggang perut, yaitu:
Mula-mula Tuk (Mak) Bidan membentangkan ketujuh-tujuh helai kain yang tujuh warna itu melintang sehelai di atas sehelai, dan di atas lapisan kain-kain inilah dibaringkan isteri yang hamil itu. Kemudian dengan minyak nyiur (nio) atau minyak urut itu diurutnya perlahan-perlahan akan perut itu kadar tiada lama atau hanya sebentar saja. Kemudian diambil pula nyiur yang sudah dikupas lalu diguling-gulingkan perlahan-lahan diatas perut dari atas ke bawah sebanyak tujuh kali dan pada kali ketujuh itu digulingkannya kelapa itu serta dilepas dan dibiarkan kelapa itu bergolek dari perut itu jatuh walau kemana-manapun sambil diperhatikan oleh Tuk (mak) Bidan itu bagaimana kedudukan muka atau mata nyiur itu. Setelah berhenti ia dari goleknya, menghala keatas atau kebawah. Demikian konon alamatnya, sesuatu kepercayaan orang-orang tua dahulu.
Setelah itu maka Tuk (Mak) Bidan itupun memegang dengan sebelah tangannya satu ujung kain yang diatas sekali dan dengan satu tangannya yang sebelah lagi dipegangnya ujung lainnya dari pada kain itu juga. Kemudian diangkatnya lagi sedikit sambil dilenggang-lenggangkannya badan perempuan hamil tujuh bulan hanya dengan seketika (mungkin dari sinilah terbitnya panggilan ”Lenggang Perut”), kemudian ditariknya kain itu keluar dari bawah badan perempuan hamil tujuh bulan itu. Demikianlah dilakukannya sehelai demi sehelai kain-kian itu sehingga habis ketujuh-tujuh helai. Dan kain di bawah sekali itu diberi kepada Tuk (Mak) Bidan itu bersama-sama nyiur, beras, damar, sirih pinang beserta uang pengkeras lima suku di dalam tempat sirih itu.
Pada saat hari melenggang perut itu biasanya diadakan kenduri sedikit di antara orang-orang tua dan anak-keturunan serta kaum keluarga yang dijemput khas. Pada masa kenduri itu biasanya si isteri yang berlenggang perut itu dipakaikan pakaian yang baru dan indah-indah belaka.
Adapun kelengkapan yang mustahak disiapkan kerana acara melenggang perut ini biasanya, adalah seperti sebagai berikut:
- Tujuh helai kain (kalau dapat tujuh warna yang berlainan satu dengan yang lainnya)
- Segantang beras
- Sebutik (sebiji) nyiur atau kelapa
- Beberapan urat benang mentah
- Sebatang damar (lilin lebah)
- Sedikit minyak kelapa atau minyak urut
- Sedikit lilin
- Satu tempat sirih atau tepak yang cukup lengkap isinya
- Pengkeras uang sebanyak lima suku di dalam tepak itu
Setelah sedia segala barang itu dan Tuk (Mak) Bidan telah datang maka mulailah melakukan sebarang pekerjaannya mengikuti adat resam orang melenggang perut, yaitu:
Mula-mula Tuk (Mak) Bidan membentangkan ketujuh-tujuh helai kain yang tujuh warna itu melintang sehelai di atas sehelai, dan di atas lapisan kain-kain inilah dibaringkan isteri yang hamil itu. Kemudian dengan minyak nyiur (nio) atau minyak urut itu diurutnya perlahan-perlahan akan perut itu kadar tiada lama atau hanya sebentar saja. Kemudian diambil pula nyiur yang sudah dikupas lalu diguling-gulingkan perlahan-lahan diatas perut dari atas ke bawah sebanyak tujuh kali dan pada kali ketujuh itu digulingkannya kelapa itu serta dilepas dan dibiarkan kelapa itu bergolek dari perut itu jatuh walau kemana-manapun sambil diperhatikan oleh Tuk (mak) Bidan itu bagaimana kedudukan muka atau mata nyiur itu. Setelah berhenti ia dari goleknya, menghala keatas atau kebawah. Demikian konon alamatnya, sesuatu kepercayaan orang-orang tua dahulu.
Setelah itu maka Tuk (Mak) Bidan itupun memegang dengan sebelah tangannya satu ujung kain yang diatas sekali dan dengan satu tangannya yang sebelah lagi dipegangnya ujung lainnya dari pada kain itu juga. Kemudian diangkatnya lagi sedikit sambil dilenggang-lenggangkannya badan perempuan hamil tujuh bulan hanya dengan seketika (mungkin dari sinilah terbitnya panggilan ”Lenggang Perut”), kemudian ditariknya kain itu keluar dari bawah badan perempuan hamil tujuh bulan itu. Demikianlah dilakukannya sehelai demi sehelai kain-kian itu sehingga habis ketujuh-tujuh helai. Dan kain di bawah sekali itu diberi kepada Tuk (Mak) Bidan itu bersama-sama nyiur, beras, damar, sirih pinang beserta uang pengkeras lima suku di dalam tempat sirih itu.
Pada saat hari melenggang perut itu biasanya diadakan kenduri sedikit di antara orang-orang tua dan anak-keturunan serta kaum keluarga yang dijemput khas. Pada masa kenduri itu biasanya si isteri yang berlenggang perut itu dipakaikan pakaian yang baru dan indah-indah belaka.