Acara akad nikah merupakan puncak dari segala rangkaian upacara perkawinan. Sah atau tidaknya perkawinan ditentukan oleh akad nikah, sedangkan acara lainnya hanya sebagai pelengkap yang diatur oleh adat istiadat. Acara akad nikah adalah untuk mengesahkan perkawinan baik menurut agama maupun adat. Sedangkan acara akad nikah lazimnya dilaksanakan di rumah calon pengantin perempuan pada malam hari. Tetapi pada masa sekarang, acara akad nikah sering dilaksanakan pagi hari sejalan dengan hari persandingan atau hari pesta perkawinan. Oleh masyarakat Melayu Riau, acara akad nikah lazim juga disebut dengan acara “turun nikah”. Disebut demikian, karena calon pengantin laki-laki turun dari rumahnya untuk menikah ke rumah calon pengantin perempuan.
Sebelum berangkat ke rumah calon pengantin perempuan, di rumah calon pengantin laki-laki diadakan acara kenduri yang dihadiri oleh keluarga dan tetangga terdekat saja. Kenduri ini sebagai do’a selamat supaya Allah SWT memberikan keselamatan atas calon pengantin dan keluarganya. Disamping itu juga sebagai do’a restu orang tua beserta seluruh keluarga, handai taulan terhadap calon pengantin laki-laki supaya acara akad nikah berjalan dengan lancar.
Setelah pembacaan do’a selesai, dilanjutkan dengan makan bersama berupa makanan ringan yang dalam bahasa Melayu Riau disebut “pengalas perut” atau pengganjal perut. Sajian ini berupa : roti jala, roti perata atau roti canai yang kesemuanya ini dinamakan dengan lauk masak kari ayam, daging kambing, udang atau ikan. Selain itu sebagai “pencuci mulut” yaitu sejenis makanan yang dimakan setelah makan makanan yang pedas seperti : buah-buahan, kue-mue manis. Buah-buahan yang menjadi pencuci mulut antara lain pisang dan semangka, pencuci mulut berupa kue-mue manis seperti anta-kesuma (hantu kesuma), dodol, kole-kole, dan wajik.
Apabila para utusan atau penyongsong menyatakan siap, maka calon pengantin laki-laki melakukan “sembah” kepada kedua orang ibu bapaknya untuk minta ampun atas segala dosanya serta minta do’a restu kepada seluruh kerabatnya. Selanjutnya orang tua calon pengantin laki-laki menyerahkan anaknya kepada orang kepercayaannya sebagai wakilnya yang akan memimpin serta mengantarkan ke rumah calon pengantin perempuan untuk dinikahkan.
Keberangkatan calon pengantin laki-laki menuju rumah menuju rumah calon pengantin perempuan ditandai dengan “shalawat nabi” dengan membawa sirih nikah, bunga rampai, mas kawin (mahar) dan barang-barang “serba satu” serta lengkap dengan kapur sirih, gambir, pinang dan tembakau. Posisi sirih disusun telungkup. Sedangkan serba satu adalah berupa seperangkat pakaian seperti baju, kain (sarung), dan sandal.
Di rumah calon pengantin perempuan, calon pengantin laki-laki disambut dengan bunyi-bunyian kompang dan ditabur dengan beras kunyit sebelum masuk rumah, tepatnya di muka pintu rumah. Bunyi-bunyian kompang ini berfungsi sebagai penghibur kedua calon pengantin serta para undangan. Sedangkan tabur beras kunyit fungsinya sebagai do’a restu.
Selanjutnya calon pengantin laki-laki didudukkan di atas tikar nikah dengan gading-gading pengiringnya yang duduk di sebelah kiri dan kanan. Tikar nikah terbuat dari lapisan kain “plekat” dan dibungkus dengan kain songket atau kain-kain yang bercorak gemerlap. Setelah calon pengantin laki-laki duduk dengan tenang, acara pernikahan dimulai dengan dengan “penyerahan” calon pengantin laki-laki kepada keluarga calon pengantin perempuan untuk dinikahkan. Sementara itu, calon pengantin perempuan berada dalam bilik pengantin. Serah terima ini dimulai dengan ucapan salam dari ketua rombongan kedua belah pihak dengan berpantun-pantun.
Berikut ini hendak digambarkan menurut yang patut berkenaan acara tersebut dalam percakapan antara kedua orang yang menjadi wakil dalam acara tersebut.
01. Wakil lelaki :
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh...
Kami ucapkan salam kepade tuan dan puan sekalian, kami datang dengan membawe pesan untuk bertemu keluarge budiman...
02. Wakil perempuan :
Wa’alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh...
Kami balas atas salam yang disampaikan, akan kedatangan tuan-tuan dan puan-puan, kami sambut dengan hati terbuke dan kesenangan.
03. Wakil lelaki :
Banyak yang lahir perempuan,
Diberikan name Seri Melati,
Saye menghadap kepade tuan.
Sebagai wakil pihak lelaki.
Tinggi pokok si asam paye,
Batang berduri jangan dipanjat.
Kalau boleh saye bertanye,
Pade siape menyampaikan hajat?
04. Wakil perempuan :
Kalau tuan ke negeri Arab,
Berjumpe tuan orang Serani.
Pertanyean tuan kami jawab,
Saye wakil pihak di sini.
Penjelasan :
Setelah diketahui siapa teman bercakap, maka wakil ahli bait calonpengantin lelaki menyerahkan tepak sirih untuk dicicipi sebagai pertanda upacara serah terima dimulai. Diperkatakan pula dengan pantun...
05. Wakil lelaki :
Pergi belanje dengan perahu,
Hendak membeli sekati gule.
Wakil di sini sudahlah tahu,
Sirih dihidangkan tande bermule.
06. Wakil perempuan :
(Sambil mencicipi sirih, iapun berpantun)
Kalau menangkap ikan aruan,
Pakailah joran sebatang lidi.
Sungguh sedap sirihnye tuan,
Rasekan pule sirih di sini.
07. Wakil lelaki :
Tinggi menjulang getah sadap,
Pokoknye tue jangan dipanjat.
Sirih tuan tak kalah sedap,
Mulailah saye menyampaikan hajat.
Penjelasan :
Setelah menyampaikan salam takzim dan pesan dari pihak kedua orang tua calon pengantin lelaki dan keluarganya, karena sesuatu hal tidak dapat datang dan mewakilkan kepadanya; menurut yang sudah menjadi adat, orang tua dan saudara kandung calon pengantin lelaki tiada diperkenankan hadir dalam acara pernikahan tersebut, bersebab akan mendatangkan aib bagi keluarga. Maka selanjutnya wakil pihak lelaki itu menyampaikan maksud dan tujuan kedatangannya beserta rombongan melalui pantun sebagai berikut...
08. Wakil lelaki :
Bukan petang sebarang petang,
Di waktu orang mengibar panji.
Bukan datang sebarang datang,
Datang hendak menepati janji.
Penjelasan :
Maka si pihak lelaki menyerahkan satu persatu barang iring-iringan dengan diiringi pantun, yang kemudian diterima oleh pihak perempuan.
09. Wakil lelaki :
Kalau memancing ikan gelame,
Pakailah umpan si anak bilis.
Bunge rampai iringan pertame,
Buat penyeri seluruh majelis.
Baju kebaye berselendang kain,
Kain merah berwarne sage.
Yang kedua berupe mas kawin,
Sudah menjadi sepakat keluarge.
Yang mane satu si kue putu,
Bahan terbuat tepung pulut.
Yang ketige pule serba satu,
Berupe seperangkat pakai patut.
Kalau tuan berkarang lokan,
Dimasak lokan berkuah kari.
Kue-mue kami sertekan,
Buat santapan keluarge puteri.
Siramkan pokok bunge melati,
Melati buat penghias siput.
Buah-buahan tidak sepeti,
Sekedar buat pencuci mulut.
Penjelasan :
Dalam pantun di atas terdapat perkataan “seperangkat pakai patut”, yang dimaksudkan adalah pakaian yang layak dipakai. Sedangkan kata-kata “penghias siput” maksudnya bentuk sanggul perempuan, yaitu sanggul siput.
Jika seandainya di dalam acara nikah kawin tersebut, ada adat “melangkah batang”, yaitu kakak perempuan dari calon pengantin perempuan yang belum menikah, maka diserahkan barang antaran berupa sepersalinan pakaian untuk kakak kandung calon pengantin perempuan. Hal yang sedemikian tiada pula berlaku bagi si abang dari calon pengantin perempuan. Dalam hal ini ada pula pantunnya...
10. Wakil lelaki :
Dari jauh kami lambaikan,
Supaye tuan sudilah datang.
Tak lupe kami bawekan,
Seperangkat pelangkah batang.
Biduan bermadah di malam sepi,
Lagu nyanyian dendang merawan.
Diserahkan sudah pengantin lelaki,
Tolong nikahkan, tolong kawinkan.
11. Wakil perempuan :
Cincin bermate batu delime,
Itulah tande hiasan kasih.
Barang sudahpun kami terime,
Tiadelah kurang tidaklah lebih.
Hendak menyusun sekapur sirih,
Sirih di susun di dalam tepak.
Kami mengucapkan terime kasih,
Serahkan kepade yang berhak.
Hendak meraut sebatang lidi,
Lidi pembuat anyaman lukah.
Pengantin diserahkan pade Tok Kadi,
Untuk melangsungkan akad nikah.
Menebang kayu membuat galah,
Galah pembuat si tupai-tupai.
Syukur kite kepade Allah,
Karene tugas sudahpun selesai.
Penjelasan :
Yang dimaksud dengan “tupai-tupai” adalah bagian dari bangunan atap rumah yang berfungsi sebagai penopang atap.
Kembali pada acara tersebut. Setelah semuanya barang hantaran kecuali tepak sirih dan mas kawin, semuanya disimpan ke dalam bilik calon pengantin perempuan.
Kemudian Wali Hakim, wakil calon pengantin perempuan dan dua orang saksi mengambil tempat yang telah ditentukan. Wali Hakim dan wakil calon pengantin perempuan duduk di depan calon pengantin laki-laki, sedangkan kedua orang saksi duduk di kiri-kanan calon pengantin perempuan.
Yang sepatutnya menjadi wali kepada calon pengantin perempuan adalah ayah kandung. Apabila orang tua kandung (ayah) sudah tiada atau meninggal dunia, bolehlah wali diganti dengan saudara kandung laki-laki dari calon pengantin perempuan. Apabila calon pengantin perempuan tidak mempunyai saudara kandung laki-laki, maka yang bertindak sebagai wali adalah saudara kandung laki-laki ayahnya. Orang yang berhak menikahkan calon pengantin perempuan adalah para wali calon pengantin perempuan dan wali hakim.
Biasanya pula sebelum acara dimulai terlebih dahulu seorang pembawa acara akan membuka dengan “ura-ura” atau permulaan mukaddimah sebelum masuk ke acara nikah. Maka perkataan itu antara lain sebagai berikut :
12. Pembawa acara :
Bismillahirrahmanirrahim...
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Alhamdulillahi rabbil ‘alamin
Ash sholatu wassalamu ‘ala asyrafil anbiya i wal mursalin
Wa’ala ‘alihi wa ashhabihi ajmain...
Tuan-tuan, puan-puan, ncik-ncik, handai taulan, sanak saudare,
baik yang jauh maupun dekat.
Yang kecik tiade disebutkan name,
Yang besar tiade pule disebutkan gelar,
Yang berpangkat tidak disebut jabatannye.
Seraye bersyukur kepade Allah SWT.
Kecik telapak tangan, nyiru ditadahkan,
Putihnye kapas dapat terlihat, putih hati berkeadean,
Begitu besar kegembirean hati,
Dan berterime kasih kepade tuan-tuan, puan-puan,
ncik-ncik sekaliannye atas kehadirannye
dalam memenuhi undangan dan jemputan kami.
Besar langsat di tepi busut,
Besar tak muat dalam peti.
Besar sungguh hajat menjemput,
Besarlah niat di dalam hati.
Nak dare cantik pakai kerudung,
Serasi pule dengan pakaian.
Lame sudah hajat di kandung,
Baru kini dapat kesampaian.
Sabar sudah berdundang ke langit
Berite sudah merebak ke bumi
Insya Allah sebentar lagi kami akan menikahkan puteri kami yan bername .................... dengan anaknde kite yang bername ..................
Jike terdaoat salah dengan silih
Entah tersalah letak denga tegak
Entah duduk yang tidak nyaman
Entah kelak makan yang tidak berdecas
Entah tegur sape kami yang kurang berkenan
Sehinggelah tiade pule menutup sebarang kelemahan
Tetapi, kesemuenye ini diluar kehendak kami
Tiade lain juge yang hendak dipeinte
Uluran tangan dan kasih sayang yang dipinte
Mohon maaf dan ampun atas segalenye.
Alhamdulillah...
Adat tepian berbahase
Cukup bercakap sudah terjawab
Ibarat gendang sudah bertingkah
Barang antaran sudah diterime
Kecik telapak tangan, nyiru kami tadahkan
Terime kasih daun keladi
Kalau nak beri tambahlah lagi...
Make sekarang ini
Putus kate dengan mufakat
Marilah kite menyaksikan upacare ijab-kabul
Untuk mendapatkan rahmat Illahi
Kite awali dengan pembacean qalam Illahi.
Penjelasan :
Kemudian dilakukan pembacaan ayat-ayat suci Al-Qur’an. Setelah pembacaan ayat-ayat suci Al-Qur’an, acara dilanjutkan kembali dengan ....
13. Pembawa acara :
Malam hari ke Pulau Rupat,
Membawe suluh mencari ikan.
Qalam Illahi membawe berkat,
Kite jadikan suluh-pedoman.
Tuan-tuan, puan-puan, ncik-ncik sekaliannye,
Sekarang sampailah masenye akad nikah atau ijab-kabul, yang akan dilafaskan oleh orang tue calon pengantin perempuan...
14. Orang tua calon pengantin perempuan :
“Aku nikahkan dan aku kawinkan engkau .......... bin .......... dengan ........... anak kandungku dengan emas kawinnya ......................, dibayar tunai”
15. Calon pengantin lelaki :
“Aku terime nikahnye ............. binti .............. anak kandung ayah (bapak) dengan mas kawinnye .............................., dibayar tunai”
selesai pengucapan ijab-kabul atau akad nikah, maka wali hakim menanyakan keabsahan akad nikah kepada kedua orang saksi. Pengucapan tersebut biasanya sampai berulang kali dan paling sedikitnya dua kali walaupun pengucapan yang pertama sudah benar.
Jika kedua saksi menyatakan bahwa akad nikah adalah “syah”, maka syah-lah kedua calon pengantin menjadi pengantin, dan maka akad nikah selesai dan dilanjutkan dengan pembacaan do’a serta penyampaian khutbah nikah yang berisi nasehat-nasehat perkawinan.
Acara akad nikah diakhiri dengan makan bersama dalam bentuk makan berhidang atau makan “sebekas”. Yang dimaksud dengan sebekas adalah hidangan makan untuk lima orang dengan ketentuan bahwa setiap piring lauk berisikan potong lauk, seperti enam potong daging, enam potong ikan dan lain-lainnya, kecuali sayur-mayur.
Cara menghidang makan berhidang ini, dimulai dengan pemasangan kain panjang berwarna putih di atas tikar. Kemudian diletakkan 5 buah piring nasi yang di atasnya ada sebuah mangkok untuk tempat mencuci tangan berisi air putih dan ditutup dengan piring nasi yang disebut “pinggan”. Sedangkan mangkok pencuci tangan diletakkan di atas piring beralaskan kain (handuk kecil) sebagai lap tangan. Setelah itu diletakkan pula di antara setiap lima orang itu, lima buah gelas berisi air minum tawar, dan lima buah gelas berisikan air minum manis (teh atau kopi). Terakhir barulah dihidangkan lauk-pauk yang biasanya tersiri atas lima macam atau paling sedikit tiga macam di atas sebuah talam (baki atau nampan). Apabila lauk-pauknya hanya empat piring, maka dilengkapi dengan satu piring kue di dalam talam. Konon, isi talam haruslah ganjil. Sedangkan mangkok nasi yang berisikan nasi putih dihidangkan bersamaan dengan menghidangkan piring nasi.
Setelah acara selesai, maka selesailah pula serangkaian acara akad-nikah tersebut, kemudian akan memasuki acara berikutnya yang disebut dengan Tepuk Tepung Tawar.